REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah diminta menanggulangi persebaran berita bohong (hoax), khususnya yang melalui internet.
Namun, menurut anggota Komisi I DPR Sukamta, maraknya hoax mencerminkan kinerja pemerintah yang kurang berperan baik sebagai sumber informasi. Politikus PKS itu menilai, pemerintah justru menjadi pemicu maraknya berita simpang-siur.
Dia mencontohkan kasus jumlah tenaga kerja asing (TKA) asal Cina. Presiden dan para menteri menyebutkan data yang berlainan satu sama lain.
“Karena pemerintah sendiri ngomongnya tidak jelas, masyarakat mereaksi, yang benar siapa ini. Menteri Polhukam, Menaker, Kominfo, Presiden atau siapa? Akhirnya, (menurut masyarakat) ini pasti ada yang bohong di antara empat pihak. Yang benar satu, yang lain bohong,” kata Sukamta dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (7/1).
Karena itu, lanjut dia, di media sosial marak sebaran hoax meskipun didahului dengan kata-kata semacam “Berita ini benarkah, tolong konfirmasinya.”
“Kalau masalah hoax, ini relatif saja. Karena produksi berita bohong potensinya yang terbesar itu pemerintah, bukan masyarakat. Menurut saya, pemerintah sebaiknya memperbaiki dirinya sendiri dulu. Kalau pemerintah bekerja sangat baik, insya Allah yang hoax itu akan hilang sendiri,” ujar Sukamta.
Berkat internet, saat ini masyarakat memiliki daya mempublikasikan pikiran kritisnya. Menurut Sukamta, hal itu tidak boleh diberangus agar Indonesia tidak kembali ke situasi opresif, semisal pada Orde Baru.