REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sukabumi mengklarifikasi dugaan pelecehan akidah agama Islam ke Dudung Nurullah Koswara.
Pasalnya, Dudung yang menjabat ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sukabumi ini menulis status di media sosial Facebook yang menyerempet penodaan akidah.
"Tugas MUI menjaga agama dari sisi akidah, jangan sampai diplesetkan secara keliru," ujar Ketua MUI Kota Sukabumi Deddy Ismatullah kepada wartawan di gedung Pusat Kajian Islam Kota Sukabumi Kamis (5/1) siang.
Hal ini menyikapi beredarnya pernyataan Ketua PGRI Dudung Nurullah Koswara terkait akidah agama Islam. Pernyataan di dalam media sosial Facebook itu, lanjut Deddy, ada yang menyerempet penodaan dan pelecehan soal akidah.
Misalnya Dudung mengatakan rukun Islam hanya tiga, yakni pertama sehat, selanjutnya baru syahadat dan shalat yang ketiga. Padahal, rukun Islam terdiri atas lima yakni syahadat, shalat, puasa, dan ibadah haji.
Dugaan penodaan lainnya, kata Deddy, yakni mengatakan Nabi Muhammad SAW 'kepo'. Pengertian kepo tersebut berkonotasi jelek, yakni ingin mengetahui orang lain.
Sementara Nabi Muhammad merupakan sosok yang dijaga oleh Allah SWT.Deddy menerangkan, orang tidak boleh melecehkan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan Alquran. "Oleh karena itu pada hari ini kami melakukan klarifikasi ke yang bersangkutan," kata dia.
Hasilnya, kata dia, ketua PGRI tersebut mengaku kesalahannya dan berisitghfar. Selain itu, Dudung berjanji akan meminta maaf secara terbuka melalui media Facebook. Ke depan, jika Dudung tetap melakukan pelecehan terhadap akidah maka MUI akan menempuh jalur hukum.
Namun, kata dia, Dudung berjanji akan belajar dan diskusi bersama dengan ulama dan MUI Sukabumi.
Ketua PGRI Kota Sukabumi Dudung Nurullah Koswara mengatakan, ia memohon maaf atas pernyataannya di media sosial. "Saya mohon maaf karena tengah belajar," ujar dia. Status permintaan maaf juga akan disampaikan di Facebook.
Dudung mengatakan, ke depan ia harus berhati-hati memberikan pernyataan, khususnya yang menyangkut agama. Hal ini karena belum mempunyai dasar yang kuat mengenai agama.
Menurut Dudung, selama ini edukasi publik melalui media sosialnya berdasar pada dakwah ilmu sains dan pengetahuan. Dasarnya hanya mengacu pada budaya dan nalar. "Saya meminta ulama MUI membuka pintu karena ada ribuan pertanyaan yang ada di otak,’’ kata dia.