Senin 02 Jan 2017 06:36 WIB

Mahasiswa dan Pelajar Dominasi Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak di Sumsel

Rep: Maspril Aries/ Red: Angga Indrawan
Kampanye antikekerasan terhadap anak dan perempuan (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Kampanye antikekerasan terhadap anak dan perempuan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG --- Dalam dua tahun terakhir--2015 dan 2016, lembaga swadaya masyarakat WCC (Women’s Crisis Center) Palembang mencatat pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatra Selatan (Sumsel) didominasi pelajar atau mahasiswa. Direktur eksekutif WCC Palembang, Yeni Roslaini Izi, mengatakan, pada 2016 ada 37 orang pelaku

"Sedangkan data 2015, dari 261 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumsel yang ditangani WCC Palembang, pelakunya sebanyak 48 orang adalah mahasiswa dan pelajar,” katanya, Ahad (1/1).

Yeni menjelaskan, pada 2016, sejak Januari–25 Desember 2016, jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak yang ditangani sebanyak 202 kasus. Angka ini menurun dibanding kasus 2015 sebanyak 261 kasus. “Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang  sering terjadi  di Sumsel adalah kekerasan seksual yaitu perkosaan dan pelecehan seksual, KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbentuk kekerasan terhadap istri, kekerasan terhadap anak, terhadap pembantu rumah tangga, dan perdagangan perempuan dan anak serta kekerasan dalam pacaran,” ujarnya.

Selama 2016, WCC mencatat ada 202 kasus kekerasan yang berhasil dikawal. ”Dari 202 kasus kekerasan, terdiri dari 75 kasus kekerasan seksual (perkosaan dan pelecehan seksual), 67 kasus KDRT, kekerasan dalam pacaran sebanyak 32 kasus, perdagangan perempuan yang sudah terjadi sebanyak empat kasus dan sisanya 24 kasus dengan berbagai motif.

Dari sisi usia korban menurutnya, yang terbanyak didominasi mereka yang berusia 13–18 tahun sebanyak 64 orang dan 6–12 tahun sebanyak 49 orang. Dia menjelaskan,  WCC Palembang selama tahun 2016 telah melakukan berbagai upaya menekan angka kekerasan, di antaranya dengan melakukan pendampingan terhadap perempuan dan mengupayakan pemulihan korban kekerasan. “Upaya lainnya, melibatkan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi kekerasan,  melakukan sosialisasi berupa penyadaran kepada publik akan masalah kekerasan terhadap perempuan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement