Rabu 28 Dec 2016 20:55 WIB

43 Kasus Klithih Dilaporkan di DIY

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yudha Manggala P Putra
Suasana malam di Yogyakarta/ilustrasi
Suasana malam di Yogyakarta/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Di wilayah Polda DIY selama 2016 dilaporkan sebanyak 43 kasus klithih. Dari kasus tersebut sebanyak lima kasus dinyatakan sudah selesai disidik dan akan dilimpahkan ke kejaksaan, sedangkan tujuh kasus dinyatakan diversi.

‘’Diversi itu maksudnya didamaikan. Tetapi ada ketentuannya, siapa yang didamaikan yakni yang kurang dari tujuh tahun dan masing-masing pihak sepakat. Tetapi kalau tidak sepakat kasusnya dilanjutkan,’’jelas Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri dalam diskusi penanganan kekerasan pelajar di ruang Lobby DPRD DIY,  Rabu (28/12).

Dia mengatakan mayoritas pelaku yang masih dibawah umur membuat pihak kepolisian mengalami kesulitan. Mengacu kepada UU nomor 11/2012 tentang sistem peradilan pidana anak, pihaknya mengedepankan upaya diversi.

‘’Di satu sisi kami diminta tegas tapi ada pembatasan dalam UU dalam memperlakukan terhadap pelaku anak,’’ ujar Dofiri.  Dia menjelaskan kasus klithih terbanyak terjadi di Sleman 21 kasus, kemudian  Bantul sebanyak 15 kasus, Gunungkidul sebanyak empat kasus, Kota Yogyakarta dua kasus dan Kulon Progo satu kasus.

Dari hasil pemeriksaan, mayoritas pelaku mengaku karena tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya. ‘’Karena itu untuk penanganan membutuhkan peran kita semua, termasuk orang tua,’’ujarnya.

Selama ini, lanjut dia, Kepolisian sudah tegas terhadap pelaku klithih, termasuk diantaranya mengedepankan upaya pencegahan bersama masyarakat. Belum tentu pelajar yang tergabung dalam geng sekolah, merupakan pelajar dari satu sekolah.

Dia mengungkapkan  banyak kasus pelajar yang tergabung dalam geng sekolah ternyata berasal dari berbagai sekolah. ‘’Ada geng sekolah, tetapi ada pula geng yang kumpulan dari berbagai sekolah,’’kata Dofiri.

Untuk itu, pihaknya  mengharap peran serta sekolah, salah satunya komitmen pada pelajar yang bandel. Termasuk dengan tidak menerima siswa yang dikeluarkan dari sekolah karena kasus kekerasan pelajar Terkait dengan hal itu Kapolresta Kota Yogyakarta  AKBP Tommy Wibisono mengaku Agustus lalu sudah mengumpulkan 83 kepala sekolah SMA di Kota Yogyakarta. Dari 83 sekolah tersebut, teridentifikasi  hanya tujuh sekolah yang sudah memiliki dendam turun temurun dengan sekolah lain.

Selain itu untuk pelajarnya sendiri, Tommy mengatakan juga tidak semuanya ikut geng sekolah. ‘’Misalnya di salah satu SMA swasta dari 1.000-an siswanya, yang jadi bromocorah yang nakal dan tergabung dalam geng paling hanya 50 orang,’’jelasnya.

Para Kepala Sekolah SMA di Kota Yogyakarta tersebut, kata dia menambahan, juga sudah diminta membuat komitmen supaya tidak menerima pelajar yang dikeluarkan sekolah karena kasus kekerasan pelajar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement