REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mencuatnya kejadian lepas jilbab yang menimpa seorang peserta karate dalam ajang Magetan Cup pekan lalu membuat masyarakat bertanya-tanya seperti apa aturan jilbab dalam pertandingan. Awan Indrawan selaku Komisi Perwasitan Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) Jatim menjelaskan seluk beluk jilbab dalam karate.
Berdasarkan keterangannya, aturan jilbab bisa berbeda-beda, tergantung level pertandingan yang diikuti. World Karate Forum (WKF) mensyaratkan wanita berjilbab dapat mengikuti pertandingan tingkat nasional dan internasional, asalkan telinga dan leher masih terlihat.
"Ketentuan ini untuk mengecek apakah atlet memakai anting-anting dan mengecek ada tidaknya luka di leher oleh tim medis apabila terkena benturan atau pukulan," kata Awan saat dihubungi Republika.co.id pada Selasa (27/12).
Akan tetapi, dalam ajang Asia Karate Federation (AKF) di Dubai lima tahun silam, ketentuan ini diprotes oleh negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Berdasarkan pantauan Awan yang juga menjadi wasit AKF, jilbab atlet karate kemudian berubah seiring berjalannya waktu.
Dalam AKF yang dilangsungkan di Yokohama, Jepang dua tahun lalu para atlet berjilbab sudah mengenakan penutup kepala yang tidak menampakkan telinga. "Agar leher tidak terlihat mereka menggunakan kaos rangkap warna putih dengan potongan leher yang tinggi, jadi negara-negara Muslim masih bisa berpartisipasi," ungkap Awan.
Meski demikian, aturan WKF tentang jilbab karate tidak diterapkan secara kaku untuk pertandingan di level kota atau kabupaten. Pertandingan selevel kabupaten/kota masih bisa ditoleransi dalam batas wajar dengan mengenakan jilbab ninja. Sebab, jika atlet mengenakan jilbab berpeniti atau jarum pentul bisa melukai lawan.
"Untuk level itu masih dalam tahap pembinaan jadi diperbolehkan mengenakan jilbab ninja warna putih," tandas Awan.