REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan, remaja mempunyai hak mendapat informasi kesehatan reproduksi. Direktur Kesehatan Reroduksi BKKBN, Hitima Wardhani menyayangkan masih minimnya pusat informasi kesehatan reproduksi yang diperuntukkan bagi remaja.
"Sayangnya saat ini tempat pelayanan dan pusat informasi bagi remaja yang mempunyai masalah kesehatan reproduksi masih kurang banyak," kata dia dalam diskusi bersama Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) di Pondok Pesantren Luhur As-Tsaqofah Jakarta, Sabtu (24/12).
Menurutnya, kebutuhan remaja dalam mendapatkan informasi kesehatan reproduksi secara menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan. Ia merinci, pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja tertuang dalam PP 61 Tahun 2014 Pasal 11 dan 12.
Regulasi tersebut berupaya mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiki dan lainnya yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Kedua, mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.
"Permasalahan remaja yang masih sering terjadi, yaitu kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, kawin muda, NAPZA HIV-AIDS dan penyakit menular seksual," ujar Hitima.
Menurutnya, seorang remaja atau mahasiswa dapat menjadi pendidik sebaya bagi remaja lainnya. Ia menilai, pendidik sebaya lebih mempunyai komitmen dan motivasi yang tinggi sebagai nara sumber bagi kelompok remaja sebayanya.
"Para pendidik sebaya dan konselor sebaya akan mendapatkan pelatihan dasar dengan modul terstandar dari BKKBN," ujar dia.
Menurutnya, remaja Indonesia harus menjadi sosok yang berkarakter dan memegang nilai-nilai revolusi mental dengan nilai-nilai integritas, memiliki etos kerja, dan gotong royong. Sehingga, terjadi percepatan Generasi Emas Indonesia yang mengedepankan pencapaian tingkat pendidikan setinggi mungkin, memiliki pekerjaan yang kompettif, memiliki perencanaan pernikahan dan aktif dalam kehidupan masyarakat serta memiliki pola hidup sehari-hari yang sehat.