REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang menyebut agar MUI melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian RI dan Menteri Agama dalam setiap menetapkan fatwa.
Zainut melihat, hal tersebut bukan saja sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap MUI dalam menetapkan fatwa, tetapi juga bentuk pembatasan hak berekspresi, menyatakan pikiran dan pendapat yang sangat jelas dan tegas dijamin oleh konstitusi.
"Pernyataan tersebut menurut saya sebagai bentuk kemunduran dalam praktek kehidupan berdemokrasi di Indonesia," ujarnya, Rabu (21/12).
MUI sebagai organisasi kemasyarakatan, eksistensinya dijamin oleh konstitusi, hak dan kewenangannya dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Untuk itu, kata dia, tidak ada alasan oleh siapa pun dan atas nama apa pun membatasi tugas dan tanggung jawab MUI dalam melayani masyarakat.
Termasuk di dalamnya dalam menetapkan fatwa. Sepanjang tugas dan tanggung jawab tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Zainut mengatakan MUI dalam setiap menetapkan fatwa senantiasa mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Tidak hanya mempertimbangkan dari aspek keagamaan saja, tetapi juga mempertimbangkan dari aspek kebhinnekaan, toleransi, kerukunan sosial dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca juga, Pemaksaan Pemakaian Atribut Natal Dinilai Bertentangan dengan Pancasila.
"Tuduhan bahwa fatwa MUI dapat meresahkan masyarakat dan merusak toleransi umat beragama adalah sangat tidak beralasan," ujarnya.