Rabu 21 Dec 2016 00:30 WIB

Hakim Korupsi, Apa yang Salah?

Hakim korupsi
Foto:

Kemerdekaan hakim sangat berkaitan erat dengan sikap tidak berpihak atau sikap imparsial hakim, baik dalam pemeriksaan maupun dalam pengambilan keputusan. Hakim yang tidak independen tidak dapat diharapkan bersikap netral atau imparsial dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula lembaga peradilan yang tergantung pada organ lain dalam bidang tertentu dan tidak mampu mengatur dirinya secara mandiri juga akan menyebabkan sikap yang tidak netral dalam menjalankan tugasnya. Kemerdekaan tersebut juga memiliki aspek yang berbeda. Kemerdekaan fungsional, mengandung larangan bagi cabang kekuasaan yang lain untuk mengadakan intervensi terhadap hakim dalam melaksanakan tugas justisialnya.

Sungguh suatu uswah yang sangat mulia dan brilian jika seorang Hakim senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kemandirian di dalam menjalankan tugasnya dalam penyelesaian terhadap kasus-kasus yang diadili. Karena, tanpa nilai kebenaran, keadilan dan kemandirian, maka profesionalisme jabatan hakim menjadi bernuansa materialistis dan pragmatis, bukan bernuansa penjaga dan penegak keadilan bagi  masyarakat.

Jika nilai materialisme dan pragmatisme mewarnai profisionalisme hakim, maka Ide “Negara yang berdasarkan Hukum” tinggal cita-cita. Jika demikian, maka wibawa pengadilan terus merosot dan negara berjalan atas dasar kekuasaan, karena itu tantangan hakim kedepan adalah “bagaimana menata kelembagaan dan tradisi pengadilan yang mencerminkan 'akhlaq Rasulullah SAW' sebagai panutan Agung dalam menegakkan keadilan dan mampu bersikap serta menegakkan etos kerja seperti yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab.

Seperti firman Allah yang berbunyi:

يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ للَّهِ وَلَوْ عَلَىۤ أَنْفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقِيراً فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ ٱلْهَوَىٰ أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT. Biarpun terhadap dirimu sendiri, atau Ibu Bapakmu dan Kaum Kerabatmu, jika Ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.Maka janganlah kamu mengikuti Hawa Napsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah SWT. Adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” ( Q.S. Annisa’ 135) .

Jika di Indonesia ini pemimpin-pemimpin punya kesadaran akan kejujuran dan rasa tanggung jawab yang besar, mungkin rakyat-rakyat kecil bisa hidup makmur. Tetapi, kejujuran akan pemimpin-pemimpin di Indonesia masih sangat minim di antara 1000 pejabat mungkin 1 atau 2 pejabat yang memang benar-nenar jujur. Sungguh  miris bukan keadaan Indonesia kita yang sekarang? Di ambang kehancuran karena pemimpin-pemimpin negaranya sendiri.

*) Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum, Program Setudi Hukum Keluarga, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement