Ahad 18 Dec 2016 23:00 WIB
Ekspedisi LIPI ke Pulau Sumba

Kampung Adat: Mengukir Masa Lalu, Memahat Masa Depan

Situs Megalit di Pulau Sumba.
Foto: Istimewa
Situs Megalit di Pulau Sumba.

Ekspedisi LIPI ke Pulau Sumba

Kampung Adat: Mengukir Masa Lalu, Memahat Masa Depan 

Oleh: Oscar Efendy, Peneliti LIPI

=============

 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan ekspedisi ke Pulau Sumba pada bulan April sampai dengan Mei 2016. Dalam ekspedisi ke Pulau Sumba tahun ini, LIPI menugaskan 33 orang peneliti dari lintas satuan kerja yang terdiri Pusat Penelitian Biologi (Bidang Botani, Bidang Zoologi, Bidang Mikrobiologi), Kebun Raya (Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas), Pusat Penelitian Biomaterial, Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya. Turut serta dalam ekspedisi ini adalah Tim dari Pustekkom (Kemendikbud) yang membuat video ajar tentang ilmu pengetahuan, khususnya biologi dengan nara sumber para peneliti ketika sedang di lapangan.

Tradisi megalit masih dijumpai di hampir setiap pelosok Sumba. Di depan rumah penduduk ada bangunan yang sedernaha namun ekstotik. Kuburan yang menggunakan batu. Berbagai lambang binatang dan tumbuhan diukir dengan apik pada batu-batu keras. Beberapa desa adat masih merawat dengan baik kubur megalit, seperti yang ada di perkampungan adat Prailiu, Waingapu.

Terkait dengan tradisi megalit, jika beruntung, kita bisa melihat upacara tarik batu, yaitu tradisi menarik batu besar dari suatu lokasi yang jauh untuk dijadikan kuburan. Dalam tradisi ini, melibatkan ratusan bahkan ribuan orang untuk berpartisipasi. Tergantung pada derajat keluarga dan kemampuan keuangan. Di beberapa tempat, batu kubur itu sudah sangat tua dan berlumut. Bagi pelancong yang berminat sejarah, ini adalah tantangan untuk diungkap atau seaedar menenangkan sekian tanya yang ada di benak. 

Pada bulan tertentu, antara bulan Februari atau Maret diadakan satu tradisi yang memikat. Pasola. Yaitu adu ketangkasan, teknik, dan strategi dalam berkuda. Ya, kuda adalah kebanggan orang Sumba. Menunjukkan ketangkasan dalam mengendalikan kuda adalah suatu kebanggan tersendiri. Bersamaan dengan pelaksanaan Pasola, di Desa Wahang, Kecamatan Pinupahar diadakan upacara tradisi nyale karaki. Suatu tradisi penangkapan jenis biota laut. Tradisi ini sakral bagi masyarakat dan mencerminkan pemanfaatan berkelanjutan.

Ekspresi keindahan alam dan keramahan penduduk juga ditunjukkan melalui tarian tradisi. Banyak ragam tarian. Tergantung pada pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Tarian tradisi biasanya menggambarkan tentang penyambutan tamu, perburuan, atau aktifitas lainnya yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai pelengkap tarian, masyarakat juga mengembangkan berbagai jenis nyanyian dengan menggunakan alat sederhanan, yungga, yakni alat musik petik dengan dawai dua. Seperti Bossa Nova hanya saja ukuran lebih kecil dan ukiran di yungga yang penuh isyarat kehidupan.

Berbagai macam ukiran yang melambangkan eksistensi masyarakat juga dapat dijumpai di kain-kain ikat. Ada banyak ukuran, corak, dan warna kain ikat Sumba dengan cara pembuatan yang berbeda-beda. Untuk kain yang diolah secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan alam dibanderol dengan harga yang lebih mahal daripada kain yang dibuat dengan menggunakan mesin. Cara penjualan pun beragam. Ada yang di pasar tradisional, di kios, kampung adat, maupun di tempat pengrajin.

Kain khas Sumba dibuat dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang untuk baju, sarung, ikat kepala, dan taplak meja. Kain khas Sumba adalah salah satu bahan penting dalam upacara perkawinan. Biasanya, bentuk sambutan balasan dari pemberian orang lain adalah melalui kain. Jika suatu keluarga memberikan kuda atau sapi bagi keluarga yang hendak menikah, maka keluarga yang hendak menikah akan memberikan kain khas Sumba pada keluarga yang memberikan sapi atau kuda.

Artefak senia lain yang sudah merambah pasar adalah berbagai macam pernak-pernik. Ada kalung, gelang, cincin atau anting-anting. Bagi kolektor benda-benda seni atau senang dengan penampilan nyeni maka pernak-pernik khas Sumba wajib dimiliki. Paduan warna dalam pernak-pernik yang dibuat menggugah rasa keindahan.

Di Sumba Timur terdapat beberapa kampung adat yang masih terpelihara dengan baik. Kampung Prailiu dan kampung Kelu, letaknya didalam kota waingapu. Kampung Lambanapu. Kampung Watu Mbaka, kampung Kawangu dan kampung Mau Liru. Kampung "Rende" dan kampung "Pau Umabara". Kampung "Kaliuda" adalah sebuah kampung yang memiliki ciri khas kainnya berbeda dengan yang ada di tempat lain. Kampung "Prainatan". Kampung Wunga. Kampung yang menyimpan sejuta sejarah asal mulanya orang Sumba. 

Di kampung-kampung adat, terutama yang dekat dengan kota Waingapu, selain dapat dilihat tradisi megalith melalui kubur batu para penguasa setempat, juga kita dapat menyaksikan bagaimana kain dibuar, diberikan warna, disulam, dan aktifitas lainnya yang berkaitan dengan tradisi. Di kampung-kampung adat, kita juga bisa berbelanja berbagai pernak-pernik khas Sumba Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement