REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial jadi tentangan dalam kerukunan umat beragama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merasa sedih jika melihat 'keramaian' media sosial saat ini.
"Sedih juga lihat media sosial sekarang," ungkap Lukman, saat Tim Redaksi Republika bersilaturahim ke Kemenag, Rabu (14/12).
Menurut dia, literasi digital Indonesia terlambat dan masyarakat tiba-tiba berada di zaman sosial media yang tidak mereka tahu bagaimana menggunakannya dan belum pernah mendapati itu sebelumnya. "Literasi media sosial kita terlambat. Ini tantangan sendiri juga buat kita," kata Lukman.
Bahkan masyarakat menengah dan atas saja kini masih mudah membagi informasi yang tidak jelas sumbernya. Sementara anak-anak muda justru tidak senang membagi informasi yang tidak jelas dan lebih suka memanfaatkan media sosial untuk cari uang.
Lukman melihat masih beruntung kalau konten tidak benar yang disebar karena yang membuat kurang pemahaman. Yang mengkhawatirkan jika itu by design. Umat sengaja dibenturkan, baik antar umat beragama maupun internal agama sehingga jadi umat sibuk saja pada persoalan ini dan tidak melakukan kegiatan produktif.
Lukman mengamati, konten dan sumber yang tidak benar atau tidak jelas jadi dipercaya jika yang menyebarkan adalah seorang tokoh. Sehingga masyarakat ikut menjustifikasi hal yang tidak benar itu. Di sisi lain, masyarakat juga tidak terbiasa tabayyun (melakukan klarifikasi) dan percaya saja. Apalagi kalau yang menyebar itu adalah orang yang disegani.
Fokus Kemenag saat ini adalah menjaga kerukunan umat beragama, termasuk intermal umat agamanya. Karena tiap agama punya keragaman cara pandang paham keagamaan. Apalagi di tengah kompetisi hidup yang makin keras, masyarakat makin emosional.