Rabu 14 Dec 2016 15:03 WIB

Tiga Hal yang Buat Warga Jakarta Ingin Gubernur Baru

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Relawan Basuki-Djarot menyaksikan proses persidangan perdana Gubernur DKI Jakarta Non-Aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaui layar televisi di Rumah Lembang, Jakarta, Selasa (13/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Relawan Basuki-Djarot menyaksikan proses persidangan perdana Gubernur DKI Jakarta Non-Aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaui layar televisi di Rumah Lembang, Jakarta, Selasa (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Keinginan warga DKI Jakarta untuk memiliki Gubernur DKI Jakarta yang baru semakin tinggi. Hal itu berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Dalam hasil survei yang dilakukan 6 hingga 8 Desember 2016 sebanyak 60,3 persen responden menginginkan adanya gubernur baru untuk DKI Jakarta. Padahal pada Maret 2016 angka tersebut hanya 24,7 persen.

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan ada tiga alasan yang membuat sentimen tersebut meningkat. Pertama, mayoritas publik DKI tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berstatus terdakwa. Hasil survei menunjukkan 65 persen responden tidak bersedia dipimpin gubernur terdakwa, sementara yang bersedia dipimpin gubernur berstatus terdakwa hanya 11,8 persen.

Kedua, rapor merah atas kondisi masyarakat di DKI Jakarta. Masyarakat DKI merasa tidak puas terhadap empat aspek penting yakni politik, ekonomi, keamanan, dan penegakan hukum.

"Mereka yang puas terhadap kondisi empat aspek itu hanya di bawah 50 persen. Kondisi buruk ini memicu keinginan adanya perubahan di DKI," kata dia saat konferensi pers di kantor LSI, Jakarta, Rabu (14/12).

Ketiga, mayoritas merasa tidak nyaman dengan pro-kontra kasus Ahok. Dia menyebut pro dan kontra Ahok cukup masif, diantaranya terkait kasus dugaan penistaan agama yang berbuntut aksi 411 dan 212. Belum lagi penolakan lainnya yang terkait calon pejawat.

"Mayoritas publik DKI tidak nyaman dengan pro dan kontra kasus Ahok yang menyita media. Mereka yang menyatakan tidak nyaman 68,5 persen. Sementara yang merasa nyaman 24,1 persen, dan yang tidak tahu atau tidak menjawab 7,4 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement