Rabu 14 Dec 2016 14:52 WIB

Mayoritas Warga DKI tak Bersedia Punya Gubernur Berstatus Tersangka

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi paparan hasil survei LSI
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi paparan hasil survei LSI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penistaan agama membuat elektabilitas cagub pejawat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terus mengalami penurunan. Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukan bahwa 60,3 persen responden menginginkan adanya sosok gubernur baru.

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, angka tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya 24,7 persen di bulan Maret 2016, menjadi 60,4 persen saat survei dilakukan pada 3-8 Desember 2016.

Ia mengatakan, ada tiga alasan yang membuat sentimen tersebut meningkat. Pertama, rapor merah atas kondisi masyarakat di DKI Jakarta. Masyarakat DKI merasa tidak puas terhadap empat aspek penting yakni politik, ekonomi, keamanan, dan penegakan hukum.

"Mereka yang puas terhadap kondisi empat aspek itu hanya di bawah 50 persen. Kondisi buruk ini memicu keinginan adanya perubahan di DKI," kata dia saat konferensi pers di kantor LSI, Jakarta, Rabu (14/12).

Kedua, mayoritas merasa tidak nyaman dengan pro kontra kasus Ahok. Dia menyebut pro dan kontra Ahok cukup masif, diantaranya terkait kasus dugaan penistaan agama yang berbuntut aksi 411 dan 212. Belum lagi penolakan lainnya yang terkait calon pejawat.

"Mayoritas publik DKI tidak nyaman dengan pro dan kontra kasus Ahok yang menyita media. Mereka yang menyatakan tidak nyaman 68,5 persen," kata Adjie. Sementara yang merasa nyaman 24,1 persen, dan yang tidak tahu atau tidak menjawab 7,4 persen.

Ketiga, mayoritas publik DKI tidak bersedia dipimpin oleh gubernur yang berstatus tersangka. Hasil survei menunjukkan 65 persen responden tidak bersedia dipimpin gubernur tersangka, sementara yang bersedia dipimpin gubernur berstatus tersangka hanya 11,8 persen. Adjie mengatakan dari 60,3 persen yang menginginkan adanya gubernur baru, mayoritas mendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement