Rabu 14 Dec 2016 12:05 WIB

Tulisan Jaya Suprana Ini Bantah Persepsi Media Asing Soal Kasus Penistaan Agama

Jaya Suprana
Foto:
Jaya Suprana

Lalu saya mengalami huru-hara rasialis di kota Semarang pada awal dekade 1980-an abad XX di mana kantor di mana saya bekerja dilempari batu, mobil saya dibakar dan rumah saya nyaris dijarah kaum kriminal.

Kemudian saya dihajar kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Banyak pihak menganggap bahwa huru-hara rasialis di Indonesia sebagai manifestasi antietnis Cina. Namun saya tidak setuju berdasar fakta pada justru tiga kali huru-hara yang saya alami selalu saya diselamatkan bukan oleh warga keturunan Cina yang masing-masing tentu saja lebih berusaha menyelamatkan diri sendiri.

Saya selalu diselamatkan oleh teman-teman yang kebetulan warga bukan keturunan Cina yang lazim disebut sebagai pribumi. Jika bangsa Indonesia rasis maka mustahil almarhum kakek saya diberi kesempatan mendirikan Jamu Jago sebagai perusahaan obat tradisional bukan Cina namun Indonesia yang Insya Allah, pada tahun 2018 akan mendirgahayu usianya yang ke-100.

Jika bangsa Indonesia rasis maka mustahil Kwik Kian Gie, Marie Pangestu, Ignatius Jonan, Enggariasto Lukita, Thomas Lembong bisa menjadi menteri.

Jika bangsa Indonesia rasis maka mustahil Tan Joe Hok, Rudy Hartono, Liem Swie King, Susi Susanti, Alan Budikusuma dan lain-lain bisa mengembangkan bakat masing-asing sehingga bisa menjadi juara-juara dunia.

Jika bangsa Indonesia rasis, mustahil sukma saya tergerak menciptakan komposisi-komposisi musik bersuasana kebudayaan Indonesia di panggung gedung kesenian terkemuka Esplanade Singapura, Sydney Opera House, dan Carnegie Hall.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement