Rabu 14 Dec 2016 10:40 WIB

Membangun Meunasah yang Roboh

Rep: Lintar Satria/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah warga melihat masjid yang runtuh akibat gempa 6.5 SR, di Meuredu, Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Sejumlah warga melihat masjid yang runtuh akibat gempa 6.5 SR, di Meuredu, Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca gempa bumi berkekuatan 6,5 SR mengguncang Pidie Jaya, masyarakat Aceh mulai merangkak mengembalikan kehidupan seperti semula. Meski demikian, puing-puing bangunan masih menjadi pemandangan di beberapa sudut kota. Tidak terkecuali meunasah atau tempat ibadah bagi umat Muslim di sana.

Meunasah bagi masyarakat Aceh ibarat langkah awal memulai segalanya. Bukan sekadar tempat beribadah dan kegiatan kerohanian lain di masyarakat. Jika menelisik lebih dalam, meunasah merupakan rumah peradaban kokoh di masyarakat.

Kegiatan kemasyarakatan seperti rapat dan musyawarah dalam membangun desa, pasti berawal dari meunasah. Namun pascagempa beberapa hari yang lalu, Aceh seperti lumpuh karena puluhan meunasah retak hingga roboh rata tanah.

Peran meunasah sangat krusial, hingga akhirnya Aksi Cepat Tanggap (ACT) berkomitmen membangun  kembali meunasah di Bumi Serambi Makkah. Program pembangunan kembali meunasah yang rusak pun digulirkan, mulai dari Meunasah Krueng yang berada di Desa Grong Grong, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie jaya, Aceh. Lokasi ini dipilih karena dampaknya yang memprihatinkan. Bangunan meunasah nyaris tidak bisa diperbaiki sehingga harus dibangun ulang.

“Kami senang dengan rencana pembangunan ini, karena selain digunakan untuk shalat berjamah, meunasah kami ini juga digunakan untuk aktivitas pengajian ibu-ibu, pengajian bapak-bapak dan mengaji anak-anak kami. Dengan akan dibangunnya segera meunasah kami ini, Insya Allah meunasah kami ini akan kembali hidup lagi,” tutur Tijalikja, salah seorang warga Grong-grong Kreung, dalam siaran pers ACT yang Republika.co.id terima, Rabu (14/12).

Meunasah Krueng akan jadi titik awal proses pembangunan jangka panjang yang diinisiasi oleh ACT. Sebuah monumen peradaban kembali dibangun demi menyambung sejarah budaya luhur masyarakat desa Grong Grong.

“Tim konstruksi sudah mulai didatangkan ke lokasi untuk membangun meunasah pertama. Ada sekitar 150 unit masjid dan meunasah yang harus di rekonstruksi. Insya Allah hingga akhir Desember, ACT berupaya untuk merekonstruksi 10 meunasah yang siap dibangun berkat gerakan kepedulian dari donor kemanusiaan dan mitra,” ungkap Ahyudin Presiden ACT, Selasa (13/12).

Tidak hanya mengalokasikan perhatian pada rekonstruksi meunasah, ACT juga telah hadir untuk meringankan derita saudara yang tertimpa bencana dengan menyembelih sapi sebagai santapan para korban. Yusnirsyah, komandan Disaster Emergency Relief Management (DERM) ACT, menambahkan bahwa keriuhan makan bersama mendatangkan energi berkarya dan menguatkan solidaritas yang baik.

“Ini aliran rasa syukur dari yang selamat dan tidak menjadi korban dan rasa syukur korban yang memperoleh dukungan dan tenaga dari saudara-saudaranya dimanapun asalnya,” kata Yunirsyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement