REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Sejumlah masyarakat korban gempa di kawasan Paru Gede, Kecamatan Mereudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh masih ada yang memaksakan tidur dalam rumah toko dalam kondisi rusak bahkan bangunan yang hampir runtuh.
Ketua tim relawan Aliansi Masyarakat Aceh Barat (AMAB) Adwina Pakeh, Jumat (10/12) malam, mengatakan meski dalam kondisi bangunan hampir runtuh, namun beberapa warga tetap nekat tidur dalam rumah dan ruko karena sudah tidak tahan dengan udara dingin di luar.
"Banyak itu kami melihat warga tetap tidur dalam ruko yang sudah jelas dalam kondisi rusak, retak lebih parah lagi hampir runtuh. Tapi mereka tidur dalam kondisi pintu terbuka dan memang sudah tidak bisa ditutup dan buka lagi karena sudah rusak saat gempa Rabu pagi," ujarnya lagi.
Adwina menyampaikan, tim relawan merasa prihatin melihat kondisi demikian saat malam tiba hingga memasuki malam ketiga, pasalnya sebagian warga di kawasan tersebut tidak tinggal dalam tenda pengungsian yang disediakan pemerintah.
Tidak diketahui juga secara detail penyebab warga setempat nekad tidur di dalam bangunan milik mereka yang telah rusak, dan mereka mendirikan posko atau membuat tenda-tenda kecil dari terpal sendiri maupun tenda milik kampung sebagai tempat beristirahat pada siang hari dan sebagai tempat tidur saat malam.
Adwina menyampaikan, pihaknya datang dengan membawa bantuan hasil sumbangan masyarakat di Aceh Barat dalam aksi penggalangan dana yang dilakukan usai gempa berkekuatan 6,5 pada skala Richter (SR) menguncang Aceh pada Rabu (7/12) pukul 05.03 WIB.
"Tapi bantuan kami bukan logistik, kami membantu pakaian anak, makanan anak-anak, susu anak serta alat kebutuhan wanita. Sepintas kami sampai di sini melihat bahwa bahan-bahan seperti itu yang masih sangat dibutuhkan, kalau logistik mungkin sudah banyak," katanya lagi.
Proses penyaluran bantuan untuk korban gempa di Pidie Jaya, pihaknya melihat masih banyak belum merata, malahan ada beberapa tempat bantuan menumpuk terutama di kawasan pusat kota Kecamatan Mereudu yang merupakan lokasi paling parah terdampak oleh gempa Rabu pagi itu.
Adwina menyatakan, sepanjang jalan yang dilewati oleh mobil kendaraan yang mengantar logistik untuk korban gempa di pusat ibu kota Pidie Jaya, terdapat juga ratusan korban lainnya yang membutuhkan bantuan sandang dan pangan terlewati, sehingga banyak mereka merasa tidak diperhatikan.
Menurut Adwina, dosen Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh itu, 90 persen konstruksi rumah warga di kawasan tempat mereka singah belum hancur roboh, namun mengalami rusak berat hingga lebih parah berpotensi akan ambruk apabila diguncang gempa berskala lebih besar.
"Sepanjang jalan ini kami melihat hampir 90 persen rumah warga itu rusak, cuma kerusakannya beda-beda. Nanti bantuan selanjutnya juga kami akan upayakan bahan lain, seperti selimut, kelambu dan bantuan lain yang sangat mereka butuhkan," katanya menambahkan.
Selain datang dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan, relawan AMAB juga ikut bersama relawan lain membantu melakukan evakuasi dan memantau aktivitas masyarakat pengungsian yang terlihat masih trauma, terutama saat terjadi gempa susulan di Pidie Jaya warga panik untuk menyelamatkan diri.
Gempa 6,5 SR Rabu (7/12) pagi setidaknya telah menelan lebih 100 korban jiwa, ratusan warga luka-luka, dan ribuan warga kehilangan tempat tinggal karena rumahnya rusak. Dampak gempa itu dirasakan oleh warga di Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireun, Kabupaten Pidie, dan Kabupaten Bener Meriah.