Jumat 09 Dec 2016 20:10 WIB

Keluarga Meninggal Akibat Gempa, Ardhi: Hidup Harus Jalan Terus

Rep: Issha Harruma/ Red: Bayu Hermawan
Warga berjalan di atas bangunan ruko yang runtuh akibat gempa 6.5 SR, di Meuredu, Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warga berjalan di atas bangunan ruko yang runtuh akibat gempa 6.5 SR, di Meuredu, Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PIDIE JAYA -- Sejumlah luka di kaki dan tangannya masih belum kering. Berjalannya pun masih tampak susah. Kini, laki-laki bernama Ardhi Ridha (26) itu harus menafkahi dua adiknya seorang diri. Abangnya, Misra Mubara (30), yang selama ini membantunya membiayai adik-adik mereka sekarang telah tiada.

Gempa berkekuatan 6,5 SR yang mengguncang Pidie Jaya, Aceh dan wilayah sekitarnya, Rabu (7/12) lalu telah merenggut nyawa abang Ardhi. Namun, kesedihan terbesar Ardhi bukan disebabkan hal itu. Kedua orangtuanya juga dipanggil yang Maha Kuasa dalam kejadian tersebut.

Ilyas Yusuf (58) dan istrinya, Sakdiah (50) tewas tertimbun reruntuhan material rumah mereka di desa Meue, kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, Aceh. Keduanya saat gempa terjadi masih tidur di kamar mereka di lantai bawah. Misra, anak pertama mereka, juga masih tertidur di kamar sebelah. Sementara Ardhi tidur di kamarnya di lantai dua.

"Saat tidur, saya sadar gempa, tapi jatuhnya (lantai dua ambruk) saya tidak sadar. Pas jatuh ke bawah saya kira masih mimpi," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (9/12).

Saat bangun dari tidurnya, Ardhi belum sadar jika lantai dua rumahnya telah roboh menimpa lantai satu. Badannya memang terasa agak berat. Saat berjalan, dia pun menginjak berbagai material runtuhan rumah. Namun, dia masih belum sadar seratus persen dari tidurnya.

"Karena gempa itu, di pikiran udah mau lompat aja dari lantai dua. Tapi ternyata pas saya di luar udah langsung di tanah, udah di bawah," ujarnya.

Ardhi sontak tersadar penuh. Di hadapannya, rumah berlantai dua yang dia huni selama ini tiba-tiba menjadi satu lantai. Bagian lantai satu telah ditimpa oleh bangunan atasnya. Laki-laki yang bekerja sebagai honorer ini kemudian berteriak memanggil orang tuanya.

"Saya manggil ibu saya tiga kali. Mungkin suara ibu saya tidak terdengar lagi. Mungkin mereka dengar suara saya, jawab tapi pelan jadi saya nggak dengar. Kita nggak tahu kan," kata Ardhi pelan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement