REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kota Malang tengah menghadapi persoalan perkotaan yakni kerapatan bangunan yang relatif padat. Pada forum pertemuan kepala daerah dalam konferensi internasional Inovasi Perkotaan di Ghuangzou pada Rabu (7/12), Walikota Malang Mochamad Anton memaparkan problematika perkotaan yang terjadi di Kota Malang.
Menurut Anton kerapatan bangunan berpotensi dan berkontribusi atas penyempitan, penyumbatan serta tidak maksimalnya saluran air/drainase. "Belum lagi makin berkurangnya lahan dan penyemenan (pengerasan) tanah karena bangunan," terang Anton dalam keterangan resminya pada Rabu (7/12).
Akibatnya, terjadi luberan air yang berpotensi banjir serta meningkatnya suhu dan berkurangnya debit air sumur. Dalam acara yang sama, pencetus Kampung Glintung Go Green (3G), Bambang Irianto, mempresentasikan solusi atas permasalahan tersebut. Lewat program Gemar (Gerakan Menabung Air) atau Water Banking Movement ia mengajak warga di kawasan Glintung yang padat penduduk untuk mengelola lingkungan di daerah perkotaan.
Di hadapan Komite Guangzhou Award, Bambang Irianto yang merupakan ketua RW 23 Kelurahan Purwantoro memaparkan Inovasi Kampung 3G. "Melalui Gemar, air hujan lari dari rumah tertangkap melalui injeksi dengan baik dan memasuki lubang biopori," jelasnya.
Lubang biopori ini memiliki kedalaman satu meter dan dibangun menggunakan cat kaleng ukuran lima kilogram dan 25 kilogram. "Selain itu kami juga menyediakan biopori trans inflitrasi lubang dengan kapasitas seluruhnya mencapai 49 ribu liter air," urainya.
Dampak penerapan Gemar selain meningkatkan resapan air ke tanah juga menurunkan suhu udara. Sehingga, berkontribusi dalam mengurangi pemanasan global.
Forum temu kepala daerah tersebut menjadi ajang berbagi solusi lingkungan dan diharapkan dapat dilakukan di masing-masing negara sesuai dengan karakteristiknya. Kota Malang lewat Kampung Glintung menjadi bagian dari 15 negara yang berpartisipasi dalam Ghuangzou Award Urban Innovation 2016.