Kamis 08 Dec 2016 09:17 WIB

Perlawanan Kopi di Kaki Kerinci

Gunung Kerinci
Foto:

Keberpihakan Pemerintah untuk Kopi

Pemerintah pun mencoba hadir untuk menghalau perambahan hutan khususnya di kawasan taman nasional. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyebutkan bahwa pihaknya telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) nomor 83 tentang Perhutanan Sosial. Beleid ini memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk mengolah dan memanfaatkan hutan mereka secara lestari. Melalui aturan tersebut masyarakat juga dilibatkan dalam perencanaan pemanfaatan hutan, khususnya taman nasional.

Selain itu, Siti juga menegaskan bahwa sudah ada kemauan politik dari Presiden Jokowi untuk melibatkan masyarakat adat dalam mengelola hutan. Siti juga mendukung adanya kearifan lokal termasuk perkebunan kopi yang dampaknya bisa menarik perambah untuk keluar dari kawasan tanaman nasional. Asal, lanjutnya, semuanya dilaukan sesuai koridor hukum yang ada.

"Bahkan sudah beberapa kali rapat terbatas kabinet. Dan beliau (Presiden Jokowi) memberi lampu hijau melalui peraturan menteri soal perhutanan sosial. Tapi dalam pelaksanaannya harus dilihat di lapangan. Harus ada aturan," kata Siti, Ahad (27/11).

Senada dengan Siti, Direktur Jenderal Kemitraan Sosial KLHK Hadi Daryanto menyebutkan bahwa pada prinsipnya pemerintah mendukung kebijakan adat yang mendukung kelestarian hutan baik yang masuk dalam hutan adat ataupun kawasan konservasi. Dalam Permen nomor 83 tentang Perhutanan Sosial, lanjutnya, disebutkan bahwa perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat oleh masyarakat setempat.

Pengelolaanya, menurut Hadi, tetap mengacu pada keseimbangan lingkungan dan dinamikan sosial budaya. "Intinya kami mendukung kearifan lokal yang ada untuk menjaga taman nasional," katanya.

Di tahun 2015, Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat adanya kenaikan sebesar 321,65 persen penerimaan kehutanan dari sektor ekowisata yang merupakan pemasukan dari taman-taman nasional di seluruh Indonesia. Selain itu, tercatat bahwa pendanaan kawasan konservasi hanya sekitar 3,4 dolar AS per hektare per tahun, jauh lebih kecil dibandingkan beberapa negara Eropa yang menganggarkan lebih dari 100 dolar AS per hektare per tahun. Itupun 60 % nya untuk belanja pegawai.

Direktur Program TFCA-Sumatra Samedi meminta jangan ada lagi pengelolaan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan keseimbangan antara kepentingan masyarakat, ekonomi, dan lingkungan hutan sendiri. "Untuk itu, sinergi menjadi kata kunci," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement