REPUBLIKA.CO.ID, PIDIE JAYA -- Gempa 6,5 SR yang mengguncang kabupaten Pidie Jaya, Aceh dan sekitarnya, Rabu (7/12) subuh, membuat ingatan warga atas peristiwa Desember 2004 kembali datang. Hal ini dialami salah satunya oleh Amiruddin Jailani (46), warga desa Meuko Kuthang, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya.
"Itu sebelum azan subuh, masih ngaji-ngaji di Masjid, gempa terus lampu mati. Kami agak trauma. Macam terombang-ambing di lautan gitu tadi," kata laki-laki yang biasa disapa Amir ini kepada Republika.co.id, Rabu (7/12).
Amir mengatakan, saat kejadian, dia sedang bersiap-siap untuk menunaikan ibadah shalat Subuh. Dia pun tidak melihat secara pasti waktu kejadian gempa tersebut. "Semua gelap. Yang pasti kuat kali tapi nggak lama lama kali," ujar dia.
Saat gempa terjadi, Amir beserta keluarganya sontak berlari ke luar rumah. Para tetangga mereka pun berhamburan ke jalan. Mereka bertahan di tempat terbuka hingga saat ini karena tak berani masuk ke dalam rumah. Hal ini ikut diperkuat dengan gempa-gempa susulan yang terus terjadi.
"Ini warga masih ramai di luar, jalan-jalan penuh, macet. Nggak ada yamg berani masuk rumah," kata Amir.
Beruntung, Amir dan keluarganya tidak menderita luka serius. Mereka hanya mengalami luka lecet akibat terkena barang-barang yang jatuh saat gempa. Rumah mereka pun hanya retak-retak ringan. "Mobil backhoe udah turun dari tadi. Banyak ketemu yang tertimpa reruntuhan itu. Banyak yang selamat tapi yang meninggal ada," ujar dia.
Amir mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah korban jiwa akibat gempa tersebut di desanya, desa Meuko Kuthang. Begitu juga dengan korban di kecamatan Bandar Dua.