REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menyusun program penanggulangan terorisme yang lebih komprehensip tahun depan. Salah satunya pemantapan program deradikalisasi yang lebih efektif, terutama di sektor.
“Permasalahan terorisme sudah kita urut. Dari situ diketahui bahwa kita harus mengkombinasikan langkah-langkah penanggulangan terorisme dengan ‘bermain’ lebih proaktif di hulu-hilir,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius kepada wartawan di Kantor BNPT, Senin (5/12).
Kepala BNPT menegaskan, pihaknya terus menghandel semua persoalan terorisme di Indonesia. Saat ini, keberadaan kelompok radikal, ISIS menjadi fokus dalam mengatasi persoalan terorisme. Salah satunya, mencegah Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan berangkat ke Suriah untuk bergabung ke ISIS.
“Sekarang kita antisipasi bagaimana mereka nanti kembali. Soalnya keberadaan mereka kembali di Indonesia sangat bahaya, bila sampai melakukan aksi terorisme,” imbuh Komjen Suhardi Aliu.
Selain itu, kondisi dan peta terorisme di dalam negeri juga menjadi fokus BNPT. Salah satunya belajar dari kasus teror bom Samarinda yang dilakukan oleh mantan napi terorisme. Karena itulah program deradikalisasi ini terus dibenahi dan dimaksimalkan karena ini tidak hanya menyangkut tentang membina napi terorisme di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas), tapi juga membina dan mengarahkan mereka agar tidak kembali menjadi teroris.
“Artinya ketika mereka keluar siapa yang bertanggungjawab? bagaimana terus menyentuhnya?, juga bagaimana mereka bisa diterima lagi di masyarakat. Kalau mereka dimarjinalkan, otomatis akan tersambung dengan kelompok mereka sebelumnya sehingga program deradikalisasi itu akan mubazir. Jadi penanganan mereka setelah keluar lapas juga tidak bisa diabaikan. Dan itu butuh sinergi dengan berbagai pihak,” ungkap mantan Kabareskrim Polri ini.
Saat ini, lanjut Komjen Suhardi Alius, BNPT memiliki kelompok ahli dari berbagai disiplin ilmu. Dari pemikiran para ahli itu nantinya akan diurai permasalahan terorisme dari hulu sampai ke hilir, serta bagaimana program deradikalisasi di dalam Lapas, diluar Lapas, juga cara menetralisir WNI yang kembali dari Suriah. Pasalnya para WNI yang berangkat ke Suriah itu tidak hanya laki-laki atau perempuan saja, tetapi banyak diantaranya adalah anak-anak.
“Kembalinya mereka ini akan menjadi problem besar, manakala kita tidak bisa mereduksi tingkat radikalisasi mereka. Ini menjadi tugas BNPT untuk mengedepankan langkah-langkah tersebut,” ujar Komjen Suhardi Alius.
Terkait program jangka pendek yang akan dilakukan BNPT, Komjen Suhardi Alius menerangkan, bahwa pihaknya sudah melakukan langkah-langkah koordinasi pencegahan terorisme dengan lembaga dan kementerian terkait. Kalau awalnya sesuai Keputusan Menkopolhukam ada 17 keenterian, tapi dalam perkembangannya banyak kementerian yang ingin berkontribusi sehingga ada 25 kementerian yang berada dibawah koordinasi BNPT dalam penanggulangan terorisme.
Selain itu, BNPT juga tengah menyelesaikan pembangunan pusat deradikalisasi. Diharapkan, pusat deradikalisasi itu sudah beroperasi bulan Januari 2017 mendatang dan harus berstandar internasional dari segi security system dan program deradikalisasinya.
“Dalam program itu nanti ada psikolog dan ulama datang yang datang untuk membeikan panduan sebelum napi terorisme kembali ke masyarakat. Artinya sebelum mereka keluar, kita harus bisa mereduksi tingkat radikalisasi, sehingga saat keluar mereka benar-benar telah ‘sembuh’,” tukas Komjen Suhardi.
Untuk napi terorisme yang masih keras, lanjut Komjen Suhardi, BNPT juga telah menyiapkan program deradikalisasinya dengan mencoba aspek lainnya seperti keluarga, anak, dan lingkungan luarnya.