REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ECPAT Indonesia bekerja sama dengan Universitas Bina Nusantara Fakultas Humaniora menggelar pelatihan Gerakan Bantuan Hukum untuk Menciptakan Keadilan bagi Anak-Anak yang menjadi korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Pelatihan berlangsung mulai 5 hingga 8 Desember 2016 di Kampus Binus Kujang.
Koordinator Pelayanan Hukum ECPAT Indonesia, Ermelina SH. mengatakan, pelatihan ini dikhususkan untuk mahasiswa yang tertarik untuk memberikan dukungan bagi anak-anak korban ESKA. Mahasiswa sebagai kalangan orang muda yang memiliki jiwa idealisme tinggi dan keinganan untuk berbagi perlu di dorong, diarahkan sehingga bisa menjadi pendamping bagi anak-anak korban ESKA tersebut.
"Pelibatan relawan-relawan muda ini dapat menjadi kekuatan dan resources yang selama ini mungkin terabaikan dalam upaya penanganan korban ESKA," ujar Ermelina dikutip dari keterangan tertulis, Senin (5/12).
Tahun 2015 KPAI mencatat ada sekitar 122 kasus ESKA yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2016 ini ECPAT Indonesia telah menerima pengaduan khusus tentang kasus-kasus ESKA sebanyak 28 Kasus dan menjangkau korban sebanyak 34 orang di wilayah Jabodetabek.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang direvisi dengan UU No. 35 tahun 2014 di pasal 59 menyebutkan bahwa ada hak perlindungan khusus yang semestinya di dapatkan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, anak menjadi korban Eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, Anak korban kejahatan seksual.
Realitanya perlindungan khusus bagi anak-anak tersebut sulit diakses oleh anak-anak korban karena kurangnya tenaga-tenaga pendamping di lapangan yang mendedikasikan dirinya untuk membantu anak-anak korban.
"Pelatihan ini diharapkan dapat mengisi kekurangan SDM tersebut sehingga anak-anak korban tidak terabaikan haknya," ujar Andy Ardian, program manager ECPAT Indonesia.