REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Massa aksi superdamai 212 dari Bogor Raya tak menampik kekecewaan terkait sulitnya mencari armada bus untuk disewa menjelang aksi. Koordinator aksi superdamai 212 dari GNPF MUI Bogor Raya, Willyuddin Abdur Rasyid Dhani, mengatakan pihaknya memang tidak secara langsung dihalang-halangi untuk mengikuti aksi. Tetapi di lapangan, pihaknya merasa sebaliknya.
"Memang secara teori, Kapolri saja bilang tidak melarang, menghalangi, tapi fakta di lapangan kan begini. Jelas kecewa sebenernya. Polisi di Bogor juga tidak melarang, namun biasalah sempat ada imbauan tidak perlu ikut aksi," kata Dhani, Rabu (30/11).
Menurut Dhani, sebetulnya melarang armada bus justru malah mematikan pemasukan perekonomian mereka. Ribuan massa aksi dari Bogor Raya, kata Dhani, rencananya akan melakukan long march atau jalan kaki sebagai bentuk solidaritas dan persatuan Muslim seperti halnya massa dari Cianjur ataupun Ciamis, Jawa Barat yang juga memilih jalan kaki.
Terkait kekhawatiran kemacetan, kepadatan akibat long march dari massa Bogor, menurutnya, sah saja dilakukan rekayasa pengamanan. Selama long march, sambung dia, juga akan ada orasi maupun dakwah.
"Ini kan karena Umat Islam ingin kasus dugaan penistaan agama cepat diselesaikan. Kalau pakai analogi Ketua MUI, polisi itu ibarat koki, tugasnya memasak sayur. Kalau ada tahi tikus masuk dalam sayur, tahinya dibuang selesai. Bukan malah mengaduk-aduk sayur ke sana kemari," ujarnya.
Aksi superdamai Bela Islam jilid ketiga rencananya bakal digelar di Lapangan Monas, Jakarta, pada Jumat (2/12) lusa. Aksi akan digelar sejak pukul 08.00 hingga selesai shalat Jumat. Kali ini, aksi massa menuntut agar tersangka kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ditahan.