REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta masyarakat agar lebih bersabar menunggu proses hukum yang masih berjalan terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penistaan agama. Meski masyarakat masih akan melakukan demonstrasi pada 2 Desember nanti, JK menegaskan pemerintah tetap akan menghormati proses hukum yang berlaku.
"Sementara itu juga proses hukum jalan, karena itu kita menganjurkan sabar menunggulah proses hukum itu," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/11).
Kendati demikian, menurutnya, aksi demonstrasi tersebut merupakan hak masyarakat yang tak dapat dilarang. JK pun mengimbau agar aksi tersebut dapat digelar dengan damai. Selain itu, ia juga menyampaikan pemerintah akan menerima dialog dengan perwakilan massa aksi demonstrasi.
"Kalau ingin menyampaikan sesuatu dengan damai gitu kan, berdialog, pemerintah pasti menerima dialog itu dengan dukungan itu. Tapi apapun itu harus menunggu proses hukum, apapun," tambah dia.
JK menegaskan aksi demonstrasi yang akan dilakukan tersebut tidak akan memengaruhi pemerintah dalam mengambil tindakan terkait kasus penistaan agama. Pemerintah, tegas dia, tetap akan menyerahkan perkara tersebut pada proses hukum.
"Pemerintah tidak akan ditekan dengan demo langsung mengambil tindakan yang lain tidak. Pasti pemerintah menunggu proses hukum," imbuhnya.
Rencana aksi demonstrasi damai pada 2 Desember tersebut merupakan aksi Bela Islam III yang digelar oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI). Aksi GNPF MUI ini dilakukan untuk menuntut penahanan Ahok, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penistaan agama.
"Karena Ahok tidak ditahan, maka GNPF MUI menggelar aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 dengan tema Bersatu dan Berdoa untuk Negeri," ujar juru bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman didampingi Ketua GNPF Ustaz Bachtiar Nasir dan pembina GNPF Habib Rizieq Shihab di Jakarta, Jumat (18/11) lalu.
Munarman mengatakan, kendati sudah dicegah keluar negeri oleh kepolisian, Ahok tetap harus ditahan karena berpotensi melarikan diri dan menghilangkan barang bukti berupa video di situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.