REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik, Budi Santoso, mengatakan pungutan liar (pungli) di lingkungan pendidikan bukanlah hal yang baru. Akan tetapi bukan berarti harus dibiarkan terus terjadi secara turun temurun.
Menurut Santoso di sekolah-sekolah yang seharusnya gratis namun tetap saja dipunguti biaya ini dan itu. Alasannya ada saja yang dikeluarkan pihak sekolah untuk menarik uang dari para orang tua siswa.
"Ada saja lahan yang kemudian memungut orang tua atau wali dengan uang berbagai cara. Uang studi tourlah, praktek-praktek, buku LKS," ujar Santoso saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (27/11).
Sedangkan di sisi lain, orang tua seolah tidak mau ambil pusing. Yang penting bagi para orang tua adalah anaknya dapat sekolah dengan baik, menerima pelajaran, semua alat peraga lengkap, kegiatan diikuti anaknya dan tidak mengganggu nilai mata pelajaran anaknya, sehingga ini yang menjadi penghambat orang tua untuk melaporkan.
Belum lagi, lanjutnya, pungli yang dilakukan pihak sekolah mungkin hanya puluhan ribu atau hanya sampai ratusan ribu yang dinilai tidak begitu memberatkan. Ini semakin membuat praktek-praktek pungli menjadi terlindungi dan seolah terhapus begitu saja.
"Mungkin orang tua mikirnya pungutan sekian ribu atau seratus ribu tapi jangan lupa kalau itu dikalikan jumalah siswa ya jumlahnya banyak. Tahun 2014 saya pernah melakukan investigasi dengan Ombudsman soal ini, total jumlahnya satu tahun bisa Rp 28 miliar dan itu belum seluruh sekolah di Indonesia," jelas mantan komisioner Ombudsman ini.
Tidak berhenti di sana, ujar Santoso, komite sekolah yang perannya mewakili wali murid juga saat ini sudah tidak lagi bisa diharapkan. Banyak komite yang justru menjatuhkan kesepakatan dengan para orang tua untuk melancarkan kepentingan pihak sekolah.
"Menurut saya komite sekolah ini berubah fungsi, tidak sesuai dengan tujuan awal karena harusnya mereprentasi dari wali murid tapi komisi sekolah ini justru banyak dipakai untuk mewakili kepentingan sekolah, termasuk dalam hal pungli," papar Santoso.
Sehingga, tambah dia, perlu adanya keberanian dari para orang tua untuk mengungkapkan apa yang terjadi di sekolah anaknya dan melaporkannya kepada satgas saber pungli. Atau akan lebih baik juga apabila saber pungli pun melakukan upaya pemantauan hingga sampai pada operasi tangkap tangan.
"Saber pungli kan kewenangan (memiliki) untuk melakukan OTT, ini supaya memberi efek jera. Memang menyedihkan ya pendidikan kita ini, institusi yag diharapkan tapi ternyata institusi ini justru banyak melakukan pungli yang selama ini tertutup," jelasnya.