REPUBLIKA.CO.ID,MAGELANG -- Sekretaris Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Anwar Sanusi mengatakan pada 2018 setiap desa akan mendapatkan dana desa sebesar Rp 1,4 miliar.
"Presiden sudah berkomitmen tahun 2018 seluruh Dana Desa itu jumlahnya Rp 120 triliun. Artinya setiap desa kurang lebih mendapat Rp 1,4 miliar," katanya saat menghadiri Perayaan Merti Bumi 2016 di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/11).
Ia mengatakan untuk menggenjot pembangunan di daerah, pemerintah memberikan kewenangan pada masyarakat desa mengurus dirinya sendiri. Oleh karena itu sejak 2015 pemerintah sudah mengucurkan dana Rp 300an juta setiap desa, 2016 setiap desa kurang lebih Rp 600 juta, dan 2017 menjadi Rp 800 juta per desa.
"Silakan desa sendiri menentukan, kebutuhan apa saja yang dibutuhkan dengan menggunakan dana desa itu. Hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk mulai memerhatikan pembangunan di desanya," katanya.
Ia menuturkan memang banyak komplain tentang pembagian dana desa, yakni desa yang memiliki banyak penduduk dengan desa yang memiliki sedikit penduduk mendapat dana desa yang sama. Ia mengakui memang 90 persen rata-rata dibuat sama, kemudian 10 persen baru disesuaikan dengan jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi kemiskinan, dan geografisnya. "Mudah-mudahan di tahun 2018 kami sudah memiliki hitung-hitungan yang yang lebih fair, terutama adalah memerhatikan jumlah penduduk dan luas wilayah," katanya.
Ia mengatakan melalui dana desa paling tidak Kemendes ingin meningkatkan desa-desa yang awalnya tertinggal menjadi desa yang lebih mandiri. Mandiri itu adalah ukuran maksimal dari pembangunan di desa.
Ia menuturkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dibentuk sebagai wujud komitmen pemerintah untuk mengubah cara pandang melihat desa yang selama ini salah.
"Selama ini kita melihat orang desa hanyalah objek dari apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat di desa. Hal ini salah karena ternyata masyaralat desa itu lebih pintar dan mengerti akan kebutuhan yang sebetulnya dia butuhkan. Kadang kala orang kota sok pintar, segala yang dibutuhkan orang desa, padahal yang diketahui itu hanya sedikit sehingga munculah tiba-tiba pembangunan yang dianggap dibutuhkan, ternyata tidak," katanya.