REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK akan mengeksekusi gedung kantor bekas milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Jumat (25/11). Gedung itu berlokasi di Jalan Warung Buncit No 21 dan 26 RT 06 RW 03 kelurahan Kalibata, kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
"KPK sudah menyampaikan somasi pada 22 November 2016 agar penghuni gedung mengosongkan lokasi tersebut dalam 3 hari, dan hari ini adalah tenggat waktunya. Jaksa eksekutor KPK akan melakukan eksekusi ," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat (25/11).
Eksekusi itu menjalankan putusan terhadap Nazaruddin yang sudah berkekuatan hukum tetap sejak 21 Juni 2016. Nazar divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Selain mendapat hukuman badan, majelis hakim yang terdiri dari Ibnu Basuki Wibowo, Sinung Hermawan, Didik Purnomo, Ugo dan Sofialdi pun menyetujui untuk merampas harta Nazaruddin yang dinilai masuk dalam pencucian uang senilai sekitar Rp600 miliar kecuali sejumlah harta yang menurut hakim diperoleh Nazar sebelum ia menjadi anggota DPR.
Namun Sukmawati Rachman selaku Dikretur Utama PT Rajawali Kencana Abadi mengajukan keberatan terhadap eksekusi gedung tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Faktanya permohonan keberatan ini baru diajukan dan didaftar oleh pemohon di sub bagian umum kepaniteraan PN Jakpus pada 26 Oktober 2016 atau 4 bulan setelah putusan dibacakan sehingga telah melewati batas waktu yang ditentukan," kata jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan tanggapan KPK di PN Jakarta Pusat, Kamis (24/11).
Sukmawati juga pernah memberikan keterangan sebagai saksi saat persidangan Nazaruddin yang menerangkan bahwa pernah bekerja di PT Anugerah Grup pada 2009 sampai 2014 dan pernah dipinjam namanya untuk dibuatkan akta sebagai Direktur Utama PT Rajawali Kencana Abad.
"Artinya dapat disimpulkan Sukmawati bukan pihak yang dapat mewakil PT Rajawali karena sudah mengundurkan diri sejak 2014 dari PT Rajawali yang merupakan bagian dari Anugerah Grup, jauh sebelum tanggal pemberian kuasa khusus tertanggal 24 Oktober 2016 dan surat kusa itu diragukan keabsahannya sehingg akedudukan pemohon maupun kuasanya adalah tidak sah," tambah jaksa Kresno.