REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Irwanto menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak. Termasuk untuk anak penyandang disabilitas.
"Kesehatan reproduksi tak hanya untuk anak-anak biasa, tapi juga untuk mereka yang disabilitas tertinggal," kata dia dalam acara Konferensi Nasional Perlindungan Anak 2016 di Jakarta, Senin (21/11).
ECPAT adalah jaringan global organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam upaya penghentian eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) yang meliputi perdagangan seks anak, pelacuran seks anak, pornografi anak, pariwisata seks anak, dan perkawinan anak.
Ia mengingatkan, anak disabilitas juga akan tumbuh menjadi dewasa. Ia menolak sebutan penyandang disabilitas merupakan aseksual.
Irwanto menyebut, anak-anak dengan keterbatasan fisik atau intelektual merupakan objek yang paling mudah disasar pelaku kejahatan. Namun, ia mengatakan, bentuk edukasinya yang harus dicari. Sebab tidak mudah memberikan pemahaman tentang kesehatan reproduksi pada penyandang disabilitas.
Irwanto memastikan, ilmu-ilmu kesehatan reproduksi yang diperuntukkan bagi anak disabilitas sangat berlimpah. Ia mengaku telah terlibat dialog dengan sejumlah lembaga di daerah untuk menjaring ide pengajaran.
"Tapi kan niat untuk itunya (mengajarinya) tak ada, materinya ada. Semua bilang gimana ngomongnya, takut," ujar dia.
Irwanto menuturkan, di Afrika terdapat istilah virgin crime, yakni ketakutan pada HIV/AIDS. Para pelaku biasanya menyasar anak-anak muda yang memiliki keterbatasan intelektual dan fisik.