Senin 21 Nov 2016 14:14 WIB

Doli: Luar Biasa Jika Mega Bertemu SBY dan Prabowo

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Prabowo (kiri), Megawati Soekarnoputri (tengah) dan Susilo Bambang Yudhoyono (kanan).
Foto: Republika/Mardiah
Prabowo (kiri), Megawati Soekarnoputri (tengah) dan Susilo Bambang Yudhoyono (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Komunikasi politik dinilai menjadi faktor penting dalam membangun bangsa sebesar Indonesia. Pertemuan antarelite politik, pemimpin partai, dan pengambil kebijakan adalah sesuatu yang seharusnya sering terjadi.

"Bila kita menginginkan Indonesia tetap harmonis dan damai, tentu kita berharap dimulai dari adanya pertemuan, dialog, kesepahaman, dan pandangan yang sama tentang bangsa, serta dinamikanya dari para pemimpin, elite, dan tokohnya," ujar politikus muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, Senin (21/11).

Pertemuan dan dialog yang tanpa sekat, dendam, menghormati perbedaan, penuh kedewasaan, dan dengan satu tujuan untuk kepentingan bangsa dan negara sangat diperlukan. Namun, kata dia, yang tak kalah pentingnya juga adalah berjalannya mekanisme dialog dan pemenuhan aspirasi antara elite dan masyarakatnya.

Doli mengatakan, pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputeri, dan juga pertemuan Novanto dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menjadi sesuatu yang biasa saja. Pasalnya, ketiga partai itu saat ini adalah partai pendukung pemerintah dan satu koalisi di parlemen bersama dengan beberapa partai lain.

Menurut dia, yang akan menjadi luar biasa dan berdampak positif adalah apabila Megawati bersama partai koalisinya melakukan pertemuan dan dialog tentang masalah bangsa dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, atau juga dengan Presiden PKS Sohibul Imam.

Menurut Doli, pertemuan antara Novanto dan Megawati yang bertajuk membahas masalah bangsa menjadi sempit dan tak bermakna karena spesifik membicarakan pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta, serta berujung pada penegasan dukungan terhadap Ahok.

"Mereka seolah menutup mata dan telinga, serta mengabaikan dinamika kebangsaan yang terjadi akhir-akhir ini. Mereka bergeming dari reaksi jutaan masyarakat terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok," kata dia. Hal tersebut menunjukkan bahwa keduanya masih lebih mengedepankan kepentingannya dan berjarak dengan rakyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement