REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengingatkan kepolisian agar tidak mudah menahan seseorang dengan menggunakan landasan hukum UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasalnya, meskipun belum dimasukkan dalam lembaran negara, UU tersebut telah direvisi dan disahkan.
Alhasil, negara seharusnya tidak mudah menahan seseorang hanya karena berbeda secara pendapat. DPR mengingatkan bahwa Undang-Undang ITE sudah direvisi dan disahkan. "Semangat UU ITE direvisi itu adalah berupa penekanan agar negara tidak mudah menjerat orang dengan UU ITE, hanya karena beda pendapat. Harusnya ini segera dimasukkan dalam lembaran negara supaya bisa segera diterapkan," ujarnya, semalam (17/11).
Revisi UU ITE sudah disahkan di Rapat Paripurna DPR RI pada 27 Oktober 2016. Harusnya, kata dia, ini bisa segera dengan cepat diselesaikan supaya korban UU ITE versi lama tidak terus bertambah.
Diketahui, sebelumnya, seorang warga Bekasi, Muhammad Hidayat Simanjuntak, pada Selasa (15/11) ditangkap kepolisian di kediamannya atas dugaan telah mengunggah video aksi 4 November. Dalam video tersebut, termuat rekaman Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan, yang terlihat seolah memprovokasi peserta aksi untuk menangkap provokator kericuhan aksi.
Menurut Sukamta, salah satu hasil revisi Undang-undang ITE Pasal 45 adalah memperingan ancaman pidana penjara kasus pencemaran nama baik, dari yang awalnya maksimal 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari maksimal Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta. Pengurangan pidana penjara menjadi maksimal 4 tahun ini dilakukan agar aparat penegak hukum tidak bisa melakukan penahanan terduga tindak pidana pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Sesuai dengan KUHAP Pasal 21 ayat (4) disebutkan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut, dalam hal : huruf a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Sedangkan pada UU ITE sebelum revisi, ancaman pidana penjara pencemaran nama baik maksimal 6 tahun yang masuk dalam kategori KUHAP Pasal 21 ayat (4) huruf a) ini. Tapi, setelah direvisi, tambah Sukamta, jadi tidak masuk dalam kategori ini, maka penahanan tidak bisa langsung dilakukan.
“Nah kasus saudara M Hidayat ini sudah ditangkap terhitung Selasa sore kemarin. Jika dalam waktu 1 x 24 jam tidak bebas, maka statusnya jadi penahanan. Kalau Revisi UU ITE tadi sudah masuk lembaran negara, maka aparat penegak hukum tidak bisa langsung menahan. Hal ini terkait ketentuan KUHAP pasal 24 ayat (4) huruf a) tadi,” jelas Sukamta.
Oleh karena itu, dengan adanya peristiwa ini, Sukamta berharap jangan sampai berkembang anggapan di masyarakat bahwa aparat penegak hukum tidak adil. Terutama menyangkut status tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tapi tidak segera dilakukan penangkapan dan penahanan.
“Yang belum jadi tersangka pidana dengan ancaman penjara di bawah 4 tahun sudah langsung ditangkap dan ditahan, sedangkan Ahok yang dilaporkan dengan dugaan penistaan agama yang ancaman pidana penjaranya 5 tahun malah tidak langsung ditahan," ujarnya.
Dia meminta jangan sampai tindakan aparat penegak hukum membuat masyarakat, khususnya umat Islam menjadi kehilangan kepercayaan kepada aparat karena terkesan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. "Kalau itu terjadi, nanti masyarakat makin marah,” ujar Wakil Ketua Bidang Polhukam DPP PKS ini.