Kamis 17 Nov 2016 20:44 WIB

Kemensos Beri Santunan Korban Bom Samarinda

Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara/Amirulloh
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Kementerian Sosial Republik Indonesia memberikan santunan kepada korban ledakan bom di gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Bantuan tersebut diserahkan Staf Direktorat Perlindungan Sosial dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Lenita Sofyan, saat mengunjungi tiga korban terluka di RSUD AW Syahranie Samarinda, Kamis (17/11).

"Kementerian Sosial memberikan santunan Rp15 juta kepada keluarga Intang Olivia (2,5), korban yang meninggal, dan masing-masing Rp5 juta bagi korban luka akibat bom Gereje Oikumene," ujar Lenita Sofyan.

Staf Direktorat Perlindungan Sosial dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial itu juga mengatakan, sempat masuk ke ruang "Pediatric Intensive Care Unit" (PICU) RSUD AW Syahranie dan melihat langsung kondisi Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), Triniti Hutahaya (3) serta Anita Kristabel Sihotang (2). Ia mengaku sangat terkejut melihat kondisi korban, yang ketiganya masih anak-anak, terlebih Triniti Hutahaya yang menderita lukap cukup parah dengan luka bakar 50 persen.

"Saya tidak sanggup melihat kondisi Triniti Hutahaya (3) yang menurut keterangan dokter, luka bakarnya mencapai 50 persen. Saat masuk, Triniti tidur dan saya sempat berbincang dengan orang tuanya. Saya sempat terenyuh dan prihatin melihat kondisinya karena mukanya merah akibat luka bakar," kata dia.

Menteri Sosial lanjut Lenita Sofyan, mengecam terjadinya bom di Gejera Oikumene yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, apalagi anak-anak balita. "Tindakan yang dilakukan pelaku merupakan perbuatan yang sangat tidak layak apalagi yang menjadi korban adalah balita yang berusia 2 sampai 4 tahun. Tindakan yang dilakukan pelaku adalah perbuatan individu dan bukan atas nama agama, sebab tidak mungkin perbuatan seperti itu bisa dilakukan oleh orang beragama," ucap Lenita Sofyan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement