REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (PSPK) UNPAD, Bandung, Muradi, menilai penetapan tersangka Ahok pada kasus dugaan penistaan agama dalam konteks tersebut dalam konteks ini berimplikasi pada empat hal.
Diantaranya yang pertama, kata dia, penegasan bahwa Polri tidak profesional gugur, karena Polri menekankan bahwa proses hukum atas kasus dugaan penistaan agama ahok dilanjutkan pada langkah berikutnya. Yakni penindaklanjutan pada langkah hukum selanjutnya.
Kedua, tuduhan bahwa Presiden Jokowi melakukan intervensi dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok juga dengan sendirinya juga gugur. Karena penetapan Ahok sebagai tersangka adalah penegasan bahwa kasus tersebut tidak berkorelasi dengan kepentingan politik presiden, sebagaimana yang dituduhkan.
"Presiden dalam konteks ini juga menegaskan bahwa proses hukum harus tetap dijalankan secara mandiri tanpa campur tangan kekuasaan," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (16/11).
Kemudian ketiga, kanalisasi kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok hanya pada proses hukum yang obyektif dan adil menegaskan bahwa unsur kepentingan politik tidak lagi saling berkaitan. Oleh karena itu, menurutnya, ini menjadikan tidak lagi relevan jika rencana unjuk rasa yang akan dilakukan pada 25 November 2016 tetap dilakukan, karena proses dan mekanisme hukum tengah berjalan.
"Jikapun tetap dilakukan, maka dugaan bahwa aksi-aksi yang akan dilakukan tersebut akan tetap dianggap memiliki agenda politik lain, tidak sekedar melakukan penegakan hukum yang adil bagi Ahok," kata dia.
Pada konteks ini, menurutnya negara harusnya bisa lebih jeli melihat tujuan dari aksi-aksi tersebut yang tidak lagi relevan dengan konteks unjuk rasa sebelumnya. Dan terakhir, penetapan Ahok sebagai tersangka dugaan kasus penistaan agama tidak serta merta menghilangkan hak politik Ahok sebagai salah satu pasangan calon. Penetapan tersebut bisa dilihat dalam konteks strategi politik bisa jadi akan menguntungkan Ahok dan pasangannya.
Karenanya, pasangan Ahok-Djarot akan memiliki kesempatan yang lebih besar peliputan media dan diperbincangan oleh publik lebih banyak dibandingkan pasangan lain. Hal ini tentu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi Ahok dan pasangannya.
"Pekerjaan rumah bagi tim pemenangan Ahok-Djarot adalah bagaimana peliputan dan perbincangan tentang Ahok tersebut dapat dikelola untuk pemenangan," ujar Ketua PSPK UNPAD ini. Apalagi peluang tersebut makin terbuka apabila kemudian wacana tentang pengadilan yang terbuka dan disiarkan langsung oleh tv dan media lainnya benar-benar dilakukan.