REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Warung pusat Gudeg Yu Djum di Karangasem, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman didatangi banyak orang. Namun mereka datang silih berganti bukan untuk mencicipi masakan legendaris khas Yogyakarta. Melainkan untuk melayat sang Maestro gudeg yang baru meninggal pada Senin (14/11) pukul 18.15.
Kerabat dan keluarga pun berjejer di dekat jenazah Djuwariah (81 tahun) atau Yu Djum yang dibaringkan di dalam warung. Perasaan sedih tampak di wajah mereka. Putri pertama Yu Djum, Haryani (60 tahun) terlihat membawa sapu tangan untuk mengelap air matanya. Begitu juga cucu dan cicit Yu Djum.
Ia menuturkan, sang ibu meninggal karena komplikasi infeksi saluran kencing, ginjal, dan maag. "Ibu juga sudah sepuh, jadi kondisi badannya sudah tidak fit lagi sejak beberapa hari ini," kata perempuan yang juga ikut mengelola Warung Gudeg Yu Djum itu menceritakan.
Menurutnya, Yu Djum meninggal saat dirawat di Rumah Sakit Bethesda Kota Yogyakarta. Ibu empat anak itu sudah menjalani perawatan inap sejak Jumat pekan lalu. Keluarga tidak merasakan firasat apapun atas kepergian Yu Djum. Karena, sebelum dirawat nenek dari 12 cucu dan 14 cicit itu masih menjalani aktivitas harian seperti biasa.
Bahkan pemilik Warung Gudeg di Yogyakarta itu selalu menyempatkan diri untuk mengerjakan hal-hal kecil bagi usaha kulinernya. Di mata keluarga dan kerabat, Yu Djum dikenal sebagai sosok pekerja keras. Bahkan ia selalu mengajarkan motto hidup yang sama pada anak-anak dan cucunya. "Motto hidup ibu itu, kalau mau makan ya harus kerja dulu. Selama ini ibu selalu menjadi inspirasi kami dalam mengembangkan usaha," kata Haryani. Selain itu, Yu Djum juga menjadi sosok pemersatu dalam keluarga.
Hampir setiap hari nenek yang akrab disapa Mbah Djum itu selalu berpesan agar anak, cucu, dan cicitnya hidup rukun. Simbah juga selalu meminta agar keturunannya dapat terus mengelola warung gudeg yang kelak akan ditinggalkan Yu Djum.
Hal serupa juga diungkapkan cucu menantu Yu Djum, Oki Sasongko (36 tahun). Menurutnya, selain pekerja keras, sang nenek juga merupakan perempuan yang tegas. Yu Djum juga mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Sampai warung gudeg miliknya dapat dikelola secara turun termurun oleh anak cucunya.
Saat ini, kata Oki, Yu Djum memiliki 10 warung gudeg yang tersebar di Yogyakarta dengan jumlah karyawan mencapai ratusan orang. "Meski sudah berhasil dan sepuh, si Mbah tidak mau berdiam diri. Beliau selalu bekerja meski hanya menyobek-nyobek daun pisang untuk bungkus gudeg," katanya mengenang Yu Djum.
Oki menuturkan, jenazah Yu Djum rencananya akan dimakamkan di Pemakaman Karangmalang pukul 14.00. Yu Djum sengaja disemayamkan di sana atas permintaannya sendiri. Alasannya agar bisa berdekatan dengan makam sang ayah.