Ahad 13 Nov 2016 22:44 WIB

Dampak Positif Pilkada Terhadap Ekonomi Jakarta tak Signifikan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Bayu Hermawan
Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang akan maju di Pilkada DKI Jakarta melakukan swafoto (selfie).
Foto: Foto istimewa
Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang akan maju di Pilkada DKI Jakarta melakukan swafoto (selfie).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 yang tengah berlangsung saat ini memiliki sejumlah dampak positif bagi aktivitas ekonomi di Ibu Kota. Namun demikian, hal itu dinilai tidak memberi pengaruh yang begitu signifikan terhadap kegiatan ekonomi Jakarta secara keseluruhan, dikarenakan berbagai sebab.

Deputi Direkur Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan DKI Jakarta, Fajar Majardi mengatakan, pelaksanaan Pilkada DKI 2017 dipastikan bakal mendorong peningkatan konsumsi di kalangan kandidat, partai politik (parpol), dan sejumlah instansi di Jakarta. Kondisi tersebut pada gilirannya juga akan meningkatkan kinerja para pelaku usaha di Jakarta.

"Jika berkaca pada pilkada-pilkada sebelumnya, beberapa kegiatan usaha yang bergerak di bidang periklanan, konveksi, dan percetakan bakal diuntungkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari biasanya. Karena, tiap-tiap pasangan calon atau parpol biasanya akan membuat kaos, baliho, dan spanduk untuk keperluan kampanye mereka," jelas Fajar di Jakarta, Ahad (13/11).

Akan tetapi, kata dia, dampak positif tersebut diperkirakan mengalami penurunan pada Pilkada DKI 2017. Pasalnya, pemanfaatan media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter, dan Instagram sebagai sarana kampanye saat ini semakin meningkat di kalangan masyarakat Jakarta. Tren semacam itu, menurut Fajar, ikut memengaruhi pola kampanye yang digunakan oleh para kandidat.

"Penggunaan medsos untuk kampanye, selain tidak membutuhkan biaya besar, bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Jangkauan medsos pun lebih luas. Di Jakarta, cara yang efisien ini mulai menggeser metode-metode kampanye konvensional seperti pembuatan baliho, kaos, dan spanduk tadi," ujarnya.

Di samping meningkatnya penggunaan medsos, kata Fajar, adanya aturan pembatasan pengeluaran dana kampanye para kandidat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga ikut mengurangi dampak positif pelaksanaan pilkada terhadap ekonomi Jakarta. Sesuai keputusan KPU Provinsi DKI, beberapa waktu lalu, masing-masing pasangan calon hanya diperbolehkan membuat pengeluaran untuk kegiatan kampanye mereka maksimal Rp 203 miliar.

Di lain pihak, anggaran belanja KPU DKI untuk Pilkada 2017 berjumlah Rp 478 miliar. Jika angka itu dijumlahkan dengan biaya kampanye ketiga pasangan calon yang nilainya mencapai Rp 609 miliar (Rp 203 miliar x 3), akan diperoleh total belanja selama pelaksanaan Pilkada DKI 2017 sebesar Rp 1,1 triliun.

"Angka Rp 1,1 triliun itu tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan nilai kegiatan ekonomi Jakarta yang setiap tahun rata-rata mencapai Rp 2.190 triliun," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement