Jumat 11 Nov 2016 15:34 WIB

RSSA Kota Malang Bantah Lakukan Malapraktek

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ilham
Setio Aldi (12) diduga menjadi korban malapraktik RSSA Kota Malang ketika operasi patah tulang. Kini kakinya membusuk dan pen-pen di kakinya mencuat keluar.
Foto: Christiyaningsih/Republika
Setio Aldi (12) diduga menjadi korban malapraktik RSSA Kota Malang ketika operasi patah tulang. Kini kakinya membusuk dan pen-pen di kakinya mencuat keluar.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- RSUD Syaiful Anwar (RSSA) Kota Malang membantah telah terjadi malapraktek operasi yang menyebabkan kaki bocah Setio Aldi membusuk. Hari ini (11/11), RSSA menggelar konferensi pers menjelaskan kronologi kasus yang menimpa Setio.

Kepala Bidang Pelayanan Medis RSSA, Saifullah Asmi Ragani menerangkan, bocah berusia 12 tahun itu dibawa ke rumah sakit dalam keadaan menderita dua luka di kaki kiri disertai patah tulang terbuka. Saat tiba di UGD pada 10 Juni 2016, evaluasi menunjukkan kondisi kaki masih stabil. Namun, sekitar satu setengah jam setelahnya terjadi perburukan klinis, yaitu penurunan pulsasi (denyut di kaki).

"Kita lihat saturasi kadar oksigen di jaringan kakinya menurun jadi 85-88 persen yang menunjukkan terjadi masalah di pembuluh darah, padahal idealnya kadar oksigen 95-100 persen," kata Saifullah saat konferensi pers, Jumat (11/11).

Tim dokter ortopedi dan kardiovaskular kemudian melakukan pembedahan dan memasang pen pada hari yang sama. Tim dokter juga menerangkan kepada orang tua Setio bahwa terjadi kerusakan di pembuluh darah. Karena pasien datang dengan cedera pembuluh darah sehingga tulang harus dipasang pen.

"Kita fiksasi tulang agar tidak goyang dan penyambungan pembuluh darah bisa berjalan," kata dokter ahli bedah ortopedi ini.  

Setelah dioperasi, ternyata saturasi masih rendah. Evaluasi dokter dalam waktu 2x24 jam hasil operasi menunjukkan kondisi kaki masih belum membaik. Tim dokter kembali mengoperasi kembali kaki Setio untuk  memperbaiki pembuluh darahnya. Akan tetapi tidak nampak tanda-tanda kaki Setio akan membaik.

Saifullah juga menampik jika kerusakan pembuluh darah terjadi akibat pemasangan pen pada operasi pertama. "Sejak awal datang pembuluh darah sudah rusak dan setelah operasi kedua kami menjelaskan bahwa kaki harus diamputasi karena jaringannya sudah mati," katanya.

Direktur RSSA Restu Kurnia mengungkapkan, pihak rumah sakit sudah menyarankan agar kaki Setio diamputasi untuk mencegah menjalarnya pembusukan. "Tapi keluarga selalu menolak," jelasnya.

Ia juga meyakinkan bahwa seluruh proses penanganan Setio sudah sesuai standar operasional prosedur. Biaya perawatan siswa MI Miftahul Ulum itu pun dipastikan gratis karena dicover BPJS Kesehatan.

Sebelumnya diberitakan, seorang bocah bernama Setio Aldi diduga menjadi korban malapraktik RSSA. Ayah korban bernama Slamet menuntut keadilan bagi anaknya. Menurutnya, dokter tidak memberitahu di awal bahwa pembuluh darah di kaki putranya mengalami kerusakan. "Setelah operasi pertama baru dikabarkan bahwa ada pembuluh yang rusak," kata pria 42 tahun tersebut.

Kini kondisi kaki Setio terlihat menyedihkan lantaran daging dan kulitnya habis karena membusuk. Pen-pen yang dipasang mencuat keluar dari kakinya. Hari ini Slamet menemui DPRD Kota Malang dan RSSA untuk meminta konfirmasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement