REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Prijono menyampaikan, tekanan harga di Provinsi NTB pada Oktober 2016 meningkat dengan inflasi indeks harga konsumen sebesar 0,23 persen (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi sebesar 0,63 persen (mtm).
Prijono menerangkan, inflasi disebabkan meningkatnya harga kelompok inti seperti tarif tukang bukan mandor. "Diduga karena meningkatnya permintaan jasa tukang bukan mandor seiring peningkatan realisasi pembangunan proyek pemerintah dan swasta jelang akhir tahun," katanya kepada wartawan di Lombok Epicentrum Mall, Mataram, Jumat (11/11).
Ia memperkirakan, capaian laju inflasi NTB pada 2016 masih sejalan dengan target inflasi di APBNP 2016 sebesar 4 persen. Inflasi secara tahun ke tahun, lanjutnya, masih bisa bertahan dalam rentang 3 persen hingga 5 persen.
Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi pada November dan Desember perlu menjadi perhatian khusus lantaran meningkatnya konsumsi masyarakat jelang akhir tahun dan hari besar keagamaan yakni Maulid Nabi dan Hari Natal.
Berdasarkan survei pemantauan harga BI hingga pekan kedua November juga menunjukkan adanya peningkatan tekanan inflasi pada komoditas cabai rawit dan bawang merah. "Kenaikan harga cabai rawit mencapai 51 persen (mtm) dengan harga rata-rata di pasar tradisional mencapai Rp 41 ribu per kg," katanya menambahkan.