Jumat 11 Nov 2016 10:32 WIB

Percakapan Gus Dur dengan LB Moerdani

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agus Yulianto
Mantan presiden Gus Dur
Foto: Wordpress
Mantan presiden Gus Dur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid, memiliki pergaulan yang luas. Almarhum yang akrab disapa Gus Dur itu, semasa Orde Baru, kerap melontarkan kritik mengenai pola pembangunan yang dinilainya kurang adil.

Namun, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini, tetap menjalin persahabatan, termasuk dengan sosok-sosok kunci dari ABRI (kini TNI). Di antaranya adalah Panglima ABRI Leonardus Benjamin (LB) Moerdani, yang meninggal pada 2004 lalu (usia 71 tahun).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Menurut Gus Dur, LB Moerdani merupakan jenderal yang pecinta buku. “Raut mukanya yang keras dan pembawaannya yang tenang memberikan kesan menakutkan bagi orang lain terhadap LB Moerdani,” kata Gus Dur, seperti dikutip dari Kata Pengantar-nya untuk buku Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan (1993).

“Saya pernah ngobrol dengannya selama berjam-jam, tentang novel spionase karya John Le Carre, Frederick Forsythe dan Len Deighton. Ternyata LB Moerdani adalah orang yang gemar membaca, paling tidak untuk jenis buku tertentu,” lanjutnya.

Selama kekuasaan Soeharto, LB Moerdani dapat dikatakan pengaman bagi jalannya pembangunan. Untuk menggambarkannya, Gus Dur menceritakan, sebuah perbincangan dengan mantan Pangkopkamtib itu.

Di pertengahan masa jabatannya sebagai panglima ABRI, LB Moerdani dimintai Gus Dur untuk membebaskan Todung Mulya Lubis dari status cekal bepergian ke luar negeri. Alasannya, Mulya akan melanjutkan studi ke Amerika Serikat yang berguna untuk mematangkan peran sebagai pejuang hukum.

“Sang Pangab menanyakan kepada saya, apakah bukannya Mulya dan kawan-kawan di LBH melakukan kegiatan subversi dengan menghasut para buruh untuk merusak ‘stabilitas keadaan’?” kenang Gus Dur.

Maka ia jawab, kawan-kawan di LBH memang mengembangkan kesadaran para buruh soal hak-hak mereka yang dijamin konstitusi.

“Termasuk mogok?” tanya LB Moerdani seketika.

“Memang kepada para buruh diinformasikan hak mereka untuk mogok, tapi tidak untuk digunakan saat ini,” jawab Gus Dur lagi.

“Kapan?” usut Panglima.

Gus Dur menjelaskan, bahwa tentunya akan wajar kalau para buruh akan sadar hak untuk mogok 15 tahun lagi.

“Dan LB Moerdani menjawab, agar hal itu boleh dilakukan hanya setelah 20 tahun lagi,” kenangnya. Alasan dari Moerdani, Indonesia belum siap menghadapi keguncangan akibat mogok skala luas.

“Ilustrasi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa LB Moerdani mendudukkan konsep stabilitas pada pola pembangunan yang senantiasa bergerak maju ke depan,” simpul Gus Dur.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement