Jumat 11 Nov 2016 08:31 WIB

Ini Saran Pakar Hukum Konstitusi soal Gelar Perkara Penistaan Agama

Rep: Amri Amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
 Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Foto: Republika/Prayogi
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Konstitusi, Margarito Kamis (10/11) menilai tidak ada dasar hukum konstitusi bagi penyidik dan kepolisian melakukan gelar perkara secara terbuka.

Walaupun presiden telah menginstruksikan Kapolri untuk melakukan gelar perkara terbuka, namun ia meminta agar gelar perkara jangan sampai terbuka dalam artian diliput televisi.

"Jangan bikin gelar perkara terbuka dalam artian bisa diliput media televisi," kata dia dalam salah satu acara diskusi di kawasan Gondangdia, Kamis (10/11).

Ia melihat presiden memang harus tegas perintahkan penegakkan hukum kasus Ahok. Kewenangan penegakkan hukum itu tunggal di presiden, Wapres bisa bicara saat diperintahkan presiden. Jadi benar, presiden punya amanah menjaga penegakkan hukum kepada siapapun, termasuk dalam kasus Ahok.

Namun menurutnya, bila presiden memerintahkan gelar perkara terbuka, demi transparansi kepada publik. Apalagi sampai gelar perkara tersebut terbuka dengan diliput televisi, justru ia khawatir hal ini tidak elok dan bisa mengintervensi penyidik.

"Akan jauh lebih elok bila pihak yang diundang gelar perkara sebaiknya tidak menghadiri gelar perkara, demi menghargai penyidik," kata Margarito.

Biarkan penyidik bekerja jangan mereka dibuat tambah bingung. Ini demi objektivitas pemeriksaan, jadi tidak tepat secara hukum baik MUI, atau ahli ahli lain ikut dalam gelar perkara itu.

"Karena tidak ada dasar hukumnya dalam sistem hukum kita. Biarkan penyelidik bekerja, karena para ahli itu sudah dimintakan keterangan sebelumnya. Hormati dan pastikan proses ini berjalan secara fair," ujar Margarito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement