Rabu 09 Nov 2016 18:17 WIB

MUI: Kasus Ahok Bukan Soal Perbedaan Agama dan Etnis

Rep: Fuji E Permana/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Air Mancur (BAM) Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (4/11).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Sejumlah pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Air Mancur (BAM) Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melakukan rapat pleno membahas perkembangan kondisi keumatan dan kebangsaan terkini. Mereka menyampaikan perkara penistaan agama tidak ada hubungannya dengan agama lain dan etnis lain.

Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin mengatakan, MUI mengingatkan kepada semua pihak untuk mengambil hikmah. Sehingga, permasalahan yang ditimbulkan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) jangan sampai membawa pertentangan antaragama atau etnis.

Dewan Pertimbangan MUI juga meminta umat Islam jangan melihat persoalan tersebut sebagai persoalan perbedaan agama. "Saya minta umat Islam jangan melihat ini sebagai persoalan dengan seseorang yang kebetulan beragama lain, tidak ada urusan dengan agama lain dan etnis lain," kata Din kepada Republika.co.id, Rabu (9/11).

Dewan Pertimbangan MUI juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga negara Bineka Tunggal Ika. Tujuannya, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka jalan terbaiknya dengan penegakan hukum yang berkeadilan. Yakni, penyelesaian hukum secara tepat, transparan dan memperhatikan rasa keadilan masyarakat.

Dewan Pertimbangan MUI anggotanya terdiri dari 70 ormas Islam dan 29 tokoh individual baik ulama, zuama maupun cendikiawan Muslim. Hasil rapat pleno tersebut melahirkan 'Taushiyah Kebangsaan' yang isinya  mencermati dinamika kehidupan nasional di seputar kasus penistaan agama.

Din mengatakan, Taushiyah Kebangsaan akan diserahkan kepada MUI, ormas-ormas Islam dan juga kepada pihak-pihak terkait, khususnya pemerintah. "Lebih khusus lagi kepolisian yang sedang melaksanakan penegakan hukum," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement