Senin 07 Nov 2016 05:30 WIB

Pakar Hukum Pidana: Ahok Memang Melakukan Penodaan Agama Islam

Video Ahok yang menjadi viral di sosial media.
Foto: Youtube
Video Ahok yang menjadi viral di sosial media.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana FH UII Yogyakarta, Prof DR Mudzakkir SH mengatakan, alat bukti dan konten pada rekaman sudah cukup untuk dijadikan sebagai bukti bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memang  melakukan penodaan atas isi ajaran Alquran Surah al-Maidah ayat 51. Sedangkan soal gelar perkara yang rencanya akan disiarkan langsung melalui tayangan televisi, dia menyatakan tidak setuju.

Mudzakir mengatakan, gelar perkara yang disiarkan secara langsung tidak sesuai dengan prosedur hukum, karena pada saat gelar dokumen pasti ada hasil pemeriksaan yang jelas bersifat rahasia.

"Nah, bila sengaja terpublikasikan, maka akan bertentangan dengan sifat rahasia dari dokumen tersebut. Hal ini kasusnya berbeda dengan keterangan ahli ilmu pengetahuan. Jadi kalau disiarkan dan terdapat unsur rahasia atau bisa malah mencemarkaan nama baik seseorang karena hasilnya belum sempurna/lengkap atau belum menjadi hasil akhir penyidikan/berkas resmi,'' kata Mudzakkir, kepada Republika.co.id, Ahad malam (6/10).

Maka, kata dia, bila tetap saja gelar perkara kasus Ahok ini disiarkan langsung melalui tayangan televisi, maka semua perkara pidana harus juga disiarkan secara langsung pula. ''Hal ini penting dan mendasar sebagai bentuk penerapan asas persamaan di depan hukum,'' ujar Mudzakkir.

Menurutnya, posisi kasus penistaan Alquran surah al-Maidah 51 ini sudah jelas terkait langsung kepada Ahok. Dan kasus ini tidak ada hubungannya dengan orang yang menyebarkan video.

''Jadi saya lihat sudah cukup bukti untuk dikatakan sebagai penodaan isi ajaran Islam dalam Alquran surah al-Maidah 51. Tidak ada hubungan dengan orang yang sebarkan video untuk minta maaf atau tidak. Yang kini harus diuji adalah video tersebut benar ada atau tidak. Hingga saat ini video tersebut dinyatakan ada dan perbuatan ahok tersebut benar-benar ada,'' katanya.

Menurut dia, memang Ahok boleh saja mengaku minta maaf atau salah tafsir. Namun itikad jahatnya jelas ada, yakni pada tujuan dari pernyataan yang dia omongkan.                      

"Iktikad jahatnya ada pada tujuan dari Ahok ngomong surah al-Maidah 51 tersebut yang memuat ajaran Alquran soal bagaimana memilih pemimpin dan dengan kutip ayat tersebut sehingga orang-orang tidak pilih Ahok: Jangan percaya pada orang tersebut dan kamu dibohongin dengan Almaidah. Nah, di mana letak kebohongannya pakai Al Maidah 51? Jawabnya, isi surat Almaidah 51 merugikan kepentingan ahok dalam suatu pemilihan yang pemilihnya Muslim yang taat melaksanakan isi Almaidah 51. Hal inilah yang bisa merugikan kepentingan Ahok,'' ujarnya.

Ditanya soal peluang Ahok menjadi tersangka, Mudzakkir mengatakan semua itu tergantung pada kecukupan bukti dan alat bukti serta keyakinan penyidik. Namun, keyakinan penyidik pun jelas harus dibentuk berdasarkan  bukti dan alat bukti juga.

''Dalam menyeleksi saksi dan ahli semua itu harus dilakukan juga secara objektif dan ilmiah berdasarkan ilmu hukum pidana. Memang, sebelum proses penyelidikan selesai kini telah ada pernyataan dari Kapolri yang sudah menentukan sikap bahwa perbuatan Ahok bukan perbuatan pudana. Untuk soal ini maka itu saya minta kepada para penyidik abaikan saja. Ini karena semua ditentukan oleh bukti dan alat bukti dan harus dianalisis secara objektif,'' kata Mudzakkir.                     

Jadi para penyidik harus tak terpengaruh pernyataan Kapolri tersebut. Sebab para penyidik harus 'istiqomah' dengan penyidikannya. ''Penyidik tidak boleh terpengaruh oleh pendapat atasannya, karena penyidik profesional itu hanya tunduk kepada profesi dan sumpahnya kepada Tuhan  Yang Maha Esa,'' lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement