Sabtu 05 Nov 2016 11:12 WIB

Jusuf Kalla, Keadilan, Aksi 4 November: Ahok Tersangka?

Massa memadati kawasan bundaran air mancur saat aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).
Foto:
Presiden Joko Widodo menggelar rapat koordinasi di Istana dengan sejumlah anggota Kabinet Kerja, Jumat (4/11) malam.

Jusuf Kalla, Keadilan, Aksi 4 November: Ahok Tersangka?

Oleh: DR Denny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

=================

Jika sebelum dua  pekan dari sekarang (sebelum 18 November 2016), oleh proses hukum yang murni, sekali lagi oleh  proses hukum yang murni, Ahok menjadi tersangka, akan redakah bola liar yang berpotensi menjadi kerusuhan nasional ini?

Inilah pertanyaan penting dan strategis paska people power 4 November 2016. Aksi yang semula begitu damai, di malam hari berubah menjadi rusuh di sana sini. Isupun menjadi liar.

Jawaban dari pertanyaan di atas YA, YES, POSITIF.

Memang ada empat alasan mengapa Ahok Tersangka adalah keseimbangan yang paling damai, elegan, dan bisa diterima oleh semua pihak. Dan hasil itu sesuai pula dengan jargon hukum sebagai panglima.

Pertama, pemerintah tak kehilangan muka. Jusuf Kalla selaku wakil pemerintah sudah berbicara yang disebar media. Kapolri berjanji menuntaskan kasus Ahok secara tegas dan cepat dalam waktu dua pekan.

Memori publik cepat mencatat, paling lama waktu yang ditunggu itu tanggal 18 November 2016.

Dalam proses itu, dapat terlihat bahwa hukum murni yang bekerja. Dunia luar bisa diyakinkan bahwa Ahok menjadi tersangka bukan karena tuntutan massa. Toh dengan menjadi tersangka, Ahok belum tentu bersalah. Pengadilan yang nanti memutuskan.

Wibawa Jokowi selaku presiden Indonesia juga bisa diselamatkan. Tak seperti yang dituduhkan bahwa Jokowi melindungi Ahok. Tak ada pula kartu AS Jokowi yang dipegang Ahok seperti yang dituduhkan. Toh, Ahok terbukti tersangka.

Kedua, gerakan Bela Islam juga tak kehilangan muka. Gerakan ini berhasil menghimpun people power yang mungkin terbesar setelah reformasi.

Ia disebut people power karena banyak peserta yang swadana, membiayai kedatangannya sendiri. Banyak pula yang didanai oleh komunitasnya.

Jumlah mereka yang berkumpul di Jakarta, ada yang menyebut mulai dari 150 ribu hingga 1 juta. Mereka menyuarakan hal yang sama: Hukum Ahok, Si Penista Agama. Itulah yang riel terjadi, terlepas kita setuju atau tidak dengan substansi tuntutan itu.

Tentu gerakan ini dituntut oleh komunitasnya. Apa hasilnya? Apakah gerakan hanya menghasilkan berita saja? Tanpa ada hasil yang kongkret soal Ahok, secara common sense saja pasti akan memicu gerakan yang lebih besar lagi. Massa membutuhkan keadilan hukum.

Ini berbahaya buat negara. Apalagi api gerakan itu girah agama. Bisa jadi ada politisasi di sana sini. Namun siapapun yang sudah malang melintang dengan dunia gerakan, segera mengerti. Mustahil ada gerakan sebesar itu jika tak ada gerakan hati yang memang jujur dirasakan oleh pelakunya. Gerakan hati itu  girah agama.

Ahok tersangka menjadi pencapaian minimal yang bisa memuaskan mereka. Jika ingin lebih dari itu, lebih mudah mereka diarahkan untuk menyerahkannya  ke pengadilan. Ahok tersangka bentuk paling kasat mata yang bisa meredakan gerakan.

Ketiga, ini paling aman dan paling adil buat Ahok sendiri. Sudah menyebar aneka seruan jika hukum nasional tidak dijalankan secara cepat dan tegas, hukum agama yang akan bekerja. Meluas di social media ada yang bahkan menghadiahkan uang untuk hukum jalanan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement