Jumat 04 Nov 2016 03:00 WIB

World Peace Forum 2016 Hasilkan 11 Rekomendasi

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden Joko Widodo (dua dari kiri) didampingi Ketua CDCC Din Syamsuddin (dari kiri), Menko PMK Puan Maharani, dan Pendiri dan Ketua Cheng Ho Multicultural and Education Trust, Malaysia, Tan Sri Lee Kim Yew pada pembukaan World Peace Forum ke-6 oleh Presi
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo (dua dari kiri) didampingi Ketua CDCC Din Syamsuddin (dari kiri), Menko PMK Puan Maharani, dan Pendiri dan Ketua Cheng Ho Multicultural and Education Trust, Malaysia, Tan Sri Lee Kim Yew pada pembukaan World Peace Forum ke-6 oleh Presi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di akhir penyelenggaraannya pada Kamis (3/11), World Peace Forum sepakat merumuskan 11 poin rekomendasi. Kesepakatan tersebut dicapai oleh sekitar 200 peserta dari 50 negara. Forum ini terselenggara sejak Selasa (1/11) lalu di Jakarta.  

Tim penyusun rekomendasi World Peace Forum terdiri dari Din Syamsuddin, Rudi Sukandar, Yayah Khisbiah, Chusnul Mar'iyah, Desmond Cahill, Narayan Vasudevan, Deepika Singh, dan Valeria Martano.

Berikut rekomendasi World Peace Forum keenam yang dibacakan Ketua Steering Committee World Peace Forum 2016, Chusnul Mar'iyah.

 

1. Pemerintahan dan lembaga-lembaga pemerintahan perlu terus menyediakan keamanan dan pembangunan ekonomi kepada rakyatnya, menghormati hak-hak asasi manusia, menjamin kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, dan menciptakan keamanan dan keselamatan untuk melakukan isu-isu martabat manusia, ketidakadilan global dan tanggung jawab kolektif.

2. Pemerintahan, organisasi masyarakat sipil dan aktor-aktor non-negara perlu bersama-sama menciptakan kebijakan-kebijakan komprehensif dan holistik untuk mencegah dan menolak ekstremisme kekerasan. Menolak kekerasan ekstremisme menggunakan tindakan-tindakan efektif harus diprioritaskan, alih-alih hanya menggunakan tindakan keamanan. Pemerintah juga perlu berbagi dengan satu sama lain tentang strategi-strategi dan program-program deradikalisasi dan reintegrasi.

3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga internasional lain perlu memperkuat kerjasama yang telah ada dengan lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dan perlu memperjuangkan kerjasama baru ke depan untuk menolak kekerasan ekstremisme.

4. Dalam mempromosikan nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan kerukunan yang melandasi kohesi sosial dan kerja sama antarkomunitas di suatu masyarakat, memberdayakan komunitas dan warga perseorangan perlu menjadi prioritas tertinggi guna menguatkan posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menolak kekerasan ekstremisme.

5. Kaum perempuan dan lelaki harus menjadi mitra setara dalam pembangunan dan implementasi strategi-strategi dan tindakan-tindakan menolak kekerasan ekstremisme dan ketidakadilan global.

6. Pemerintahan, lembaga-lembaga sipil, dan agama perlu mengembangkan strategi lebih banyak dan lebih tepat untuk memberdayakan kaum perempuan melalui kesetaraan gender yang sejati dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak melalui perundangan dan penegakan hukum menentang perbudakan anak, dan pencucian otak anak untuk mejadi serdadu perang.

7. Pemimpin agama perlu mendukung pendidikan agama yang mempromosikan nilai-nilai manusia dan resolusi konflik berkependekan tanpa kekerasan.

8. Pesan-pesan menolak kekerasan ekstremisme perlu dimasukkan ke dalam materi-materi pendidikan yang relevan melalui peningkatan kurikulum, buku-buku ajar, dan pengembangan kemampuan serta keterampilan para guru.

9. Perangkat media sosial perlu diperbaiki untuk menjangkau pemudi-pemuda guna menyediakan pesan-pesan positif dan inklusif untuk mencegah rekrutmen ekstremis dan untuk menyediakan narasi balik. Kampanye media sosial perlu lebih diintensifkan untuk menolak pesan-pesan kekerasan ekstrimisme dan untuk menghasilkan narasi perlawanan terhadap propaganda kekerasan.

10. Media massa perlu didorong secara kuat untuk menyediakan informasi obyektif dan faktual tanpa melebih-melebihkan, termasuk melalui pendidikan lebih lanjut bagi para jurnalis agar dapat lebih paham tentang kerangka religius dan penyebab konflik.

11. Pemerintahan dunia bersama dengan UNHCR dan didukung oleh lembaga-lembaga sipil dan religius harus bekerja sama dalam menerima, meyambut, dan menempatkan gelombang pengungsi dan pencari suaka agar beban kesejahteraan para pengungsi tersebar di antara negara-negara di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement