REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Lembaga konservasi memainkan peran dalam memperkaya kehidupan. Tidak hanya satwa yang ada di dalamnya, tetapi juga jutaan pengunjung yang datang setiap tahunnya. Di Indonesia, sekitar 20 juta orang mengunjungi 68 lembaga konservasi setiap tahunnya. Selain menyediakan sarana edukasi dan pengalaman bagi pengunjung, kebun binatang juga memberikan inspirasi dengan interaksi langsung dengan alam melalui satwa liar.
"Adalah tantangan pemerintah dan kita semua, bagaimana menyelamatkan badak kalimantan, gajah sumatera. Target kami empat tahun ke depan juga yaitu 10 sampai 15 persen mengembalikan ke alam, menyelamatkan populasi," ujarnya, ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dahono Adji, dalam South East Asian Zoos Association (SEAZA) Conference 2016 ke-24 di Royal Safari Garden, Cisarua, Bogor, Selasa (1/11).
Taman Safari Indonesia (TSI) yang juga anggota SEAZA kembali menjadi tuan rumah Konferensi Kabun Binatang se-Asia Tenggara tersebut setelah pertama kali digelar di TSI pada 1990 silam. Dahono melanjutkan, tema 'Membentuk Masa Depan Kebun Binatang Kita' menjadi relevan melihat kondisi saat ini. Dia mengatakan, semua elemen perlu mengantisipasi sentimen negatif terhadap kebun binatang.
Menurut dia, lembaga konservasi seperti taman safari, kebun binatang, dan aquaria dinilai memainkan peranan penting dalam konservasi satwa liar eks situ dan mendukung ke in situ. Sebagai contoh konservasi satwa liar yang baik, seperti yang baik, seperti Rumah Sakit Gajah Sumatera Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaya di Pusat Konservasi Gajah Way Kambas dan Klinik Gajah Sumatra, misalnya. Keduanya turut didirikan TSI bekerjasama dengan berbagai pihak.
"Kementerian saat ini juga fokus membangun kembali kebun binatang di Solo dan Bukit Tinggi agar jadi lembaga konservasi lebih baik. Di sana juga merupakan sentra wisata," katanya.
Ketua Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) Rahmat Shah mengatakan, melalui konferensi ini juga diharapkan dapat membuka peluang semua pihak memperbaiki populasi satwa liar saat ini yang cukup mengkhawatirkan. Adalah tugas kita semua menurutnya, untuk menjaga kelestarian populasi satwa liar. Indonesia,menurutnya memiliki aneka ragam satwa liar yang perlu pelestarian, seperti harimau sumtera, badak kalimantan, banteng, jalak bali, jalak putih, orang utan dan lainnya. PKBSI juga, kata dia, telah membantu pelestarian badak sumatera maupun burung berkicau.
"Harapan kami pelestarian juga bisa dilakukan lewat kebun binatang. Kalau kita hanya bangun mall, simbol kemewahan lainnya, moral anak -anak kita bisa rusak. Kita harus kenalkan alam lewat kebun binatang juga. Kami upayakan setiap provinsi memiliki kebun binatang," ujarnya.
Kehadiran kebun binatang juga dinilai bisa mengatasi ketegangan di tengah hiruk pikuk pembangunan perkotaan. Presiden SEAZA 2016, Phan Viet Lam mengajak seluruh peserta konferensi menunjukkan kepedulian terhadap pelestarian flora dan fauna, tak hanya di negara masing-masing, tetapi juga dunia.
Seiring waktu, SEAZA diakui terus berupaya mengembangkan dan memajukan manajemen satwa maupun perubahan teknik pengembangbiakan satwa melalui program konservasi. Melalui konferensi yang digelar sampai empat November itu, akan difokuskan upaya pada arah masa depan menuju perubahan positif dalam perawatan yang dilakukan terhadap satwa. Seperti melalui pengayakan, pengkondisian, pelatihan dan teknik pengembangbiakkan satwa. Konferensi juga bertujuan menyoroti dan memonitoring apa yang dilakukan anggota SEAZA terhadap satwa.