REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang menyatakan tidak akan mengitervensi proses hukum Ahok yang diduga telah menistakan Alquran. Menurutnya, pernyataan tersebut bisa sangat meredakan aksi yang rencananya akan digelar pada 4 November 2016 supaya bisa berjalan kondusif.
Jimly juga bersukur karena tokoh-tokoh nasional turut berusaha meredam aksi 4 November 2016 dengan cara melakukan pertemuan. Sebut saja pertemuan Jokowi dengan Prabowo Subianto, serta pertemuan SBY dengan Menkopolhukam, Wiranto dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang juga merupakan bagian dari upaya meredam aksi tersebut.
"Kita manfaatkan momentum sebelum 4 November ini untuk meredakan (aksi). Ada orang bilang ini telat, saya pikir tidak. Kapan aja pokoknya sebelum tanggal 4. Untuk tanggal 4 (November) mudah-mudahan dengan iklim yang kondusif seperti ini menjadi semakin terarah," kata Jimly kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).
Pria yang juga menjabat Ketua DKPP itu berharap proses hukum yang melibatkan Ahok yang diduga menistakan Alquran akan jalan terus. Namun begitu, masyarakat juga harus menyadari, proses hukum memerlukan waktu yang tidak sebentar.
"Mudah-mudahan setelah tanggal 4 itu reda dan poses hukum jalan terus. Tapi tentu proses hukum itu kan tidak sebentar. Masyarakat juga jangan menuntut langsung," ucapnya.
Mantan Ketua MK itu mengatakan proses hukum itu mempunyai alur logikanya sendiri. Menurutnya, proses hukum tidak bisa diintervensi dan juga tidak bisa didesak-desak. "Jadi, dari atas tidak boleh intervensi, dari bawah juga jangan mendesak-desak," jelasnya.
Jimly pun mengatakan proses hukum mempunyai logikanya sendiri yang berbeda dan terpisah dari mekanisme demokrasi. Bahkan, ketika seseorang sudah jadi tersangka dan bahkan sudah dinyatakan bersalah, masih bisa mengajukan banding dan kasasi.
Ribuan orang yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pendukung Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) rencananya akan melakukan aksi damai di depan Istana Negara pada 4 November 2016. Aksi yang dilakukan tiada lain untuk mendesak kepolisian segera memproses kasus Ahok terkait dugaan penistaan Alquran.