Rabu 02 Nov 2016 12:31 WIB

Cerita dan Kebanggaan SBY Saat Menghadapi Unjuk Rasa

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pandangannya seputar demonstrasi besar pada 4 November mendatang. Dalam pidatonya itu ia menceritakan bagaimana pengalamannya selama 10 tahun mengatasi demonstran.

"Sepuluh tahun saya jadi presiden, sebagian dari Anda mengikuti atau bahkan memberitakan," kata SBY saat memberikan keterangan pers di kediamannya di Cikeas, Rabu (2/11).

Sepanjang 10 tahun, kata SBY, unjuk rasa terus ada dari yang kecil menengah maupun besar. Setiap unjuk rasa apalagi di depan istana, SBY mengaku selalu mengutus stafnya untuk mencatat apa tema maupun tuntutan demonstran.

Barangkali ada yang bisa jadi masukkan dan umpan balik untuk menetapkan keputusan untuk mengatasi masalah pada tingkat nasional.  "Saya tak alergi  unjuk rasa, saya buktikan selama 10 tahun saya memimpin, dan meskipun 10 tahun tidak pernah sepi dari aksi-aksi unjuk rasa, pemerintahan kami tak jatuh, ekonomi tetap tumbuh. saya masih bisa bekerja," katanya. 

Menurut SBY, intelijen dulu juga tak mudah melaporkan kepadanya sesuatu yang tak akurat. Ia pun senang polisi dan aparat kemanan tak main tangkap atau main tembak.

"Semalam saya bincang dengan Yusuf Kalla, kita diskusi tentang gerakan 1966, 1998, garra-gara main tembak ada prahara besar. Kita harus pandang mengambil sejarah dari masa silam," tuturnya. 

SBY pun mengungkapkan bagaimana, ia tak mudah menduduh atau mencurgai. Misal ada orang besar yang mendanai unjuk rasa atau menggerakan massa.

"Kalau dikaitkan dengan sekarang. kalau ada informasi inteljen seperti itu saya kira berbahaya. Menduduh seseorang, menuduh sebuah kalangan, menuduh sebuah parpol melakukan seperti itu," katanya. 

(Baca Juga: Kalau Demo 4 November Bisa Dicegah Pemerintah dapat Nilai 100)

Pertama, tuduhan itu adalah fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Kedua itu menghina rakyat. Rakyat itu, kata SBY, bukan kelompok bayaran. Urusan hati nurani tak ada yang bisa mempengaruhi, termasuk uang. Apalagi jika urusan aqidah banyak yang rela mengorbankan jiwanya demi aqidah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement