Rabu 02 Nov 2016 11:33 WIB

Politikus Muda Golkar: Jokowi Keliru Menyikapi Aksi 4 November

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Unjuk rasa kasus penistaan agama (ilustrasi)
Foto: Antara/ Irsan Mulyadi
Unjuk rasa kasus penistaan agama (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menilai aneh dan lucu dengan cara pandang Presiden Jokowi dalam dua hari terakhir ini. Menurutnya Presiden Jokowi menanggapi aksi 4 November dengan mengeluarkan pernyataan dan aksi yang keliru.

Menurutnya sebagai Presiden yang terpilih dengan suara dukungan mayoritas, ternyata sikapnya tidak sesuai harapan dan keinginan umat Islam yang kecewa terkait kasus Ahok  hampir di seluruh Tanah Air. "Bahkan pernyataan pertamanya justeru menyudutkan rencana Aksi Akbar 4 November denga kalimat 'adanya gerakan pemaksaan kehendak dan mengganggu ketertiban umum'," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (2/11).

Namun yang lebih lucu lagi, kata dia menerangkan, dua hari ini Presiden Jokowi mendadak sowan (berkunjung) ke kediaman Prabowo, mengumpulkan seluruh para pemimpin redaksi media massa, dan mengundang ulama dari MUI dan ormas besar seperti PBNU dan PP Muhammadiyah ke Istana.

Menurutnya apabila langkah yang ditempuh Presiden itu dilakukan untuk meredam demonstrasi 4 November, apalagi menghentikan reaksi umat Islam terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok, menurut dia itu adalah langkah yang keliru. "Yang dihina bukan Pak Prabowo. Yang membuat gerakan "Tangkap Ahok" menasional bukanlah akibat sebaran informasi dari kawan-kawan media, atau provokasi MUI, Ormas Islam, dan elemen masyarakat lainnya seperti yg dituduhkan sekelompok orang," jelasnya.

Namun menurut dia, yang dihina adalah Alquran, ulama dan umat Islam. "Yang meluaskan gerakan itu adalah kesadaran, kedewasaan, dan pemahaman sebagian besar masyarakat terhadap makna hidup berbangsa dan bernegara, yang di dalamnya ada pengakuan akan kemajemukan, penghormatan terhadap keyakinan dan peribadatannya, mengedepankan etika, sikap saling menghargai dan menghormati, serta hukum yang harus ditegakkan," ucap dia.

Ia berkata, yang dilakukan oleh MUI, serta ormas Islam, dan juga oleh organisasi umum lainnya saat ini, adalah merupakan tanggung jawab mereka sebagai organisasi yang dipercaya masyarakat dan dijamin Undang-Undang sebagai penjaga moral, media pembinaan, pendidikan, dan pengembangan jaringan masyarakat yang perlu dijaga agar tetap berada pada jalan yang benar.

Artinya, ucap dia, harusnya yang dilakukan oleh Presiden adalah menyampaikan pernyataan terbuka bahwa siapapun yang melakukan penistaan agama harus diproses secara hukum tanpa terkecuali dan memerintahkan kepada Polri untuk "Tangkap dan Periksa Ahok".

Bukan sibuk melakukan "lobi sana lobi sini" untuk menghentikan gerakan "Tangkap Ahok". Kalau sikap itu terus dipertahankan, tidak bisa disalahkan apabila timbul kesan bahwa Presiden memang benar melindungi Ahok.

"Pertanyaannya kemudian, siapa Ahok? Siapa Presiden kita sebenarnya? Ada hubungan apa antara Presiden dan Ahok? Apakah Ahok lebih tinggi pangkatnya, sehingga presiden melindunginya? Ada konspirasi apa dan melibatkan siapa di belakangnya? Dalam negeri atau luar negeri juga? Bermotif politik sematakah? Ekonomi juga? Atau bahkan "ideologis" juga?," tegasnya.

Bila pertanyaan-pertanyaan itu tidak terjawab dengan tuntas, wajar saja bila gerakan yang terjadi saat ini meluas, tidak dari kalangan umat Islam saja, tapi sudah melibatkan tokoh politik, tokoh masyarakat nasional maupun lokal, lintas agama, lintas etnis, lintas komunitas.

Maka menjadi lumrah kemudian bila pimpinan DPR, Ketua Partai Politik dan tokoh bangsa lainnya akan ikut terlibat, karena ini memang sudah masuk pada persoalan yang mengusik dan mengganggu 'Kebangsaan' kita. "Dan bisa saya pastikan bahwa akan banyak kader dan simpatisan Partai Golkar yang ikut hadir pada Aksi Akbar 4 November besok," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement