Selasa 01 Nov 2016 15:29 WIB

Jalan Baru Politik Islam untuk NKRI

Red: M Akbar
Presiden Joko Widodo memimpin pertemuan dengan organisasi Islam MUI, PBNU, dan Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/11). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo memimpin pertemuan dengan organisasi Islam MUI, PBNU, dan Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/11). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Aji Dedi Mulawarman*

Hari-hari ini Indonesia sedang berada pada situasi yang sangat memanas, terutama menjelang tanggal 4 November 2016. Umat Islam setelah lama tidur dari kesabaran dan kearifannya dalam menjaga persatuan dan kesatuan negeri, rupanya mulai terbangun ketika pusat dari keyakinannya yaitu Alquran terganggu. Sebagaimana kita ketahui beberapa waktu lalu Gubernur DKI Basuki Cahaya Purnama mengucapkan beberapa kalimat berkenaan dengan QS Al Maidah ayat 51.

Tuntutan kepada Gubernur DKI yang akrab dipanggil Ahok oleh umat Islam rupanya tidak cukup hanya permintaan maaf saja karena dianggap sebagai penistaan terhadap agama sehingga mengarah pada keinginan pada tuntutan bukan hanya umat Islam di Jakarta, tetapi telah merambah pada tuntutan nasional. Masalah Al Maidah 51 telah menjadi bola salju, bukan lagi urusan Pilkada tetapi lebih dari itu, kehormatan agama.

Bila kita lihat dari perjalanan sejarahnya, umat Islam di Indonesia sebagai penduduk mayoritas, per hari ini di kisaran 85-87 persen dari jumlah penduduk nasional, memang memiliki peran dominan dalam perubahan-perubahan negeri ini. Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan yang dimulai secara formal tahun 1945 telah mengalami perubahan-perubahan penting hingga kini.

Tiga perubahan besar dapat kita ikuti sepanjang sejarahnya, yaitu tahun 1945 biasa kita sebut dengan awal kemerdekaan, 1965 perubahan menuju Orde Baru dan 1998 Orde Reformasi. Di antara tahun-tahun itu terdapat peristiwa penting seperti di masa Orde Lama yaitu Pemilu Pertama 1955 dan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 pada tahun 1959 dan dimulailah masa Demokrasi Terpimpin. Di masa Orde Baru terdapat peristiwa Malari 1974, NKK-BKK 1978, dan penerapan Asas Tunggal 1985. Puncaknya adalah tahun 1998 ketika Orde Reformasi.

Tetapi dari banyak peristiwa tersebut, peran Umat Islam sebagai masyarakat mayoritas tidak serta merta tidak penting, bahkan selalu memainkan peran signifikan dalam perubahan negeri, terutama di tiga periode tersebut, 1945, 1965, dan 1998.

Apakah peran umat Islam kemudian hanya dilihat sebagai peran pemicu atau peran ikutan dalam tiga peristiwa besar itu? Pertanyaan inilah yang selalu mengganggu penulis beberapa waktu, dan makin menguat setelah peristiwa Al Maidah di Jakarta.

Yang jelas peran umat Islam pada momen kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dominan, meski dalam sejarahnya karena kearifannya, harus mengalah dengan dicabutnya 7 kata sakral di Pembukaan UUD 1945 (baca: Piagam Jakarta) demi menjaga keutuhan bangsa.

Apakah kemudian tokoh-tokoh yang muncul pada saat Juni sampai Agustus 1945 itu memang karbitan, berkumpul dan kemudian bersama entitas lain dari golongan nasionalis dan agama lain bekerja sama sampai terjadi Proklamasi Kemerdekaan?    

Baca selanjutnya >> Memahami Umat Islam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement