REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia (UI), Dr Yon Machmudi mengatakan, rencana unjuk rasa umat Islam yang akan dilakukan pada 4 November 2016 berkaitan dengan isu penistaan agama hendaknya direspons secara proporsional dan tidak perlu berlebihan.
"Artinya, demo seperti itu biasa terjadi di alam demokrasi selama berada pada koridor hukum," katanya di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan pihak keamanan memiliki tugas memberikan perlindungan dan penjagaan agar aksi damai berjalan secara lancar dan para pendemo dapat menyampaikan aspirasinya secara baik. Jadi, lanjut dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI itu, demo itu tidak perlu disikapi secara politis walaupun momennya sangat dekat dengan momen Pilkada.
Oleh karena itu, ujar Yon, pihak berwenang hendaknya transparan dan terbuka dalam menangani masalah penistaan agama ini. Tidak perlu ada yang ditutup-tutupi dan biarkan proses hukum berjalan secara independen.
"Aspirasi umat Islam itu bukti adanya keresahan di kalangan mereka jika proses hukum akan 'mandek'. Apabila mereka diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi dan pemerintah dapat menjamin bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, saya kira masalahnya akan selesai," katanya.
Kuncinya, kata peraih gelar PhD dari The Australian National University (ANU) itu, adalah proses hukum harus berjalan tetapi tidak karena adanya tekanan, baik itu tekanan dari para pendemo maupun dari pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
"Rakyat akan menghormati apa pun hasil dari proses hukum asalkan mencerminkan nilai-nilai keadilan. Ini tradisi Islam di Indonesia yang cenderung bersikap moderat, yang selalu menjaga nilai-nilai itu dalam beragama, berbangsa dan bernegara," kata Yon.
Dia juga mengatakan kasus ini akan menjadi pembelajaran yang sangat mahal bagi semua anak bangsa. Karenanya, siapa pun harus menghormati norma-norma yang diyakini oleh masyarakat, apalagi berkaitan dengan masalah agama yang sangat sensitif.
Kebebasan berbicara, ujarnya, memang dijamin oleh undang-undang tetapi harus diperhatikan bahwa kebebasan itu tidak boleh sampai merendahkan kelompok lain yang berbeda sikap dan pemikiran. "Ini berpotensi memporak-porandakan ikatan kebangsaan," ujarnya.