Selasa 01 Nov 2016 14:46 WIB

Indonesia Diminta Ubah Peta Pendidikan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Winda Destiana Putri
Guru mengajar
Guru mengajar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institusi perbankan komersial J.P. Morgan bersama dengan Singapore Management University (SMU) meneliti sistem pendidikan lima negara ASEAN. Indonesia menjadi salah satu negara objek penelitian selain Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Presiden SMU Arnoud De Meyer menuturkan, Indonesia butuh perombakan besar dan fundamental terhadap peta pendidikan nasional. Alasannya, perombakan tersebut untuk mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja ahli yang dibutuhkan.

"Riset menunjukkan Indonesia saat ini mengalami kelangkaan jumlah tenaga kerja ahli," kata Mayer dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (1/11).

Berdasarkan hasil penelitian, Mayer mengatakan, permasalahan tenaga kerja ahli tersebut, diperparah dengan sistem pendidikan atau kurikulum yang belum memenuhi kebutuhan dunia yang terus berkembang. Serta, belum tercukupinya jumlah tenaga pendidik berkualitas, dan kurang memadainya pendanaan.

Selain itu, Mayer menyebut, hasil penelitian menunjukkan, Indonesia unggul pada industri yang butuh keahlian rendah. Menurutnya, Indonesia perlu secara signifikan menambah jumlah pekerja ahli. Tujuannya, yakni untuk mengangkat status perekonomiannya menjadi negara berpendapatan menengah.

Mayer mengatakan, saat ini hanya 16 persen sarjana yang mempelajari bidang teknik, konstruksi, dan manufaktur. Keahlian-keahlian inti yang menurutnya, penting bagi Indonesia ketika ekonomi semakin terindustrialisasi.

Ia mengungkapkan, hasil penelitian menunjukkan ada kesenjangan mencolok antara keahlian yang diajarkan di sekolah dan yang dicari industri. Kesenjangan antara sekolah dan industri, ia menyebut, dapat dilihat pada industri utama Indonesia yang mengalami pertumbuhan, seperti sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Kendati ada 200 ribu mahasiswa TIK lulusan perguruan tinggi per tahun, tetapi keahlian yang mereka miliki sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Hal itu juga terlihat pada sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi, seperti otomotif dan pariwisata.

Mayer tidak menampik, pemerintah Indonesia telah meningkatkan perhatian terhadap reformasi pendidikan. Termasuk, mengintegrasikan lebih banyak modul pelatihan yang relevan dengan TIK ke dalam kurikulum. Serta, mendorong lebih banyak pelajar untuk menyelesaikan pendidikan tinggi. Namun, ia menyebut, upaya ini dihalangi oleh infrastruktur yang lemah.  Atau, tidak tersedianya tenaga pendidikan berkualitas dalam jumlah yang mencukupi.

Mayer mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam beberapa tahun belakangan, mampu menurunkan angka pengangguran. Namun, tingkat pengangguran pemuda di Indonesia masih berkisar pada angka 18 persen. Menurutnya, hal itu merupakan masalah serius. Sebab, menghilangkan salah satu aset terpenting negara, yaitu angkatan kerja yang muda dan dinamis.

Ia mengingatkan, Indonesia memiliki lebih dari 40 persen populasi berusia di bawah 25 tahun. Menurutnya, seharusnya jumlah itu menempatkan Indonesia dalam posisi yang kuat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan. "Indonesia harus memanfaatkan sebaik-baiknya angkatan kerja yang masih muda sebagai keunggulan komparatif dan memprioritaskan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan," tutur Mayer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement