REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan terkait status siaga satu pada 4 November 2016 merupakan inisiatif internal Brimob. Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan terkait unjuk rasa kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Itu untuk Brimob, saya juga tidak diberi tahu, itu inisiatif dari Brimob sendiri. Maksudnya untuk meningkatkan kewaspadaan," ujarnya di Markas Brimob, Mangga Dua, Depok, Senin (31/10).
Oleh karena itu lanjut Tito, jajaran Brimob melakukan kegiatan seperti konsolidasi dan juga latihan-latihan terkait pengamanan di lapangan. Untuk melakukan latihan tersebut sehingga jajaran Brimob membutuhkan waktu dan juga perlu menyiapkan peralatan lainnya.
Tito melanjutkan, Polri telah mendapatkan informasi pada 4 November mendatang aksi unjuk rasa akan dilakukan di depan Istana Negara, depan gedung DPR RI dan Balaikota DKI Jakarta. Adapun lokasi-lokasi lainnya juga akan tetap dilakukan pengawasan sebagai antipasi bila aksi juga dilakukan di tempat lain.
"Prinsip dari kepolisian, penyampaian pendapat di muka umum itu diakomodir dan diperbolehkan dan merupakan hak dari warga negara. Tapi memang ada batasannya," katanya.
Misalnya lanjut Tito, pertama peserta demo dilarang mengganggu ketertiban umum. Kedua jangan sampai aksi unras mengganggu hak asasi orang lain dan mengganggu jalan masyarakat di sekitar.
"Kemudian ketiga harus mengindahkan etika dan moral, dimulai cara bicara tidak boleh menghujat kemudian yang keempat mereka harus menjaga kesatuan dan persatuan bangsa," jelasnya.