REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Franky Sompie mengatakan warga Cina menduduki pelanggaran pertama dalam masalah keimigrasian. Bahkan kasusnya mencapai 207 kasus.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir yang akrab disapa Tata mengatakan Indonesia memang memberlakukan visa on arrival atau visa kedatangan bagi warga Cina yang mau berlibur di Indonesia.
"Kalau warga Cina mau berlibur ke Indonesia mereka tinggal membuat visa kedatangan saja. Ini artinya mereka sudah tak perlu membuat visa lagi ke KJRI Shanghai," ujarnya, Senin, (31/10).
Mereka tinggal datang dan membuat visa kedatangan. Mereka hanya boleh tinggal di Indonesia selama 30 hari.
"Kalau hanya memakai visa kedatangan, mereka tak boleh bekerja di Indonesia. Kalau mereka bekerja di Indonesia berarti mereka melakukan pelanggaran, seharusnya ada pengawasan dari imigrasi," kata Tata.
Dia mengatakan warga Cina yang ingin bekerja di Indonesia harus membuat visa kerja di Cina lewat KJRI di sana. Mereka perlu mendapatkan rekomendasi dari perusahaan di Indonesia.
Mereka juga perlu mendapat sponsor dari perusahaan di Indonesia. Selain itu, mereka harus memiliki keterangan resmi mau bekerja jadi apa di Indonesia. Ini sudah masuk ke ranah Kemenaker.
"Kalau 207, saya kira lebih dari angka itu ya," ujar Tata menanggapi jumlah kasus pelanggaran keimigrasian warga Cina.
Makanya ini perlu ditertibkan oleh imigrasi, sebab visa kedatangan tak boleh disalahgunakan untuk bekerja.
Hingga saat ini KJRI Shanghai tak mau membalas email yang dikirimkan Republika.co.id. Tak ada balasan dari mereka hingga hari ini mengenai pembuatan visa kerja bagi pekerja Cina yang mau ke Indonesia.